Brussels (ANTARA) - Para pemimpin keuangan dunia pada Jumat (26/2/2021) sepakat untuk mempertahankan kebijakan ekspansif guna membantu ekonomi bertahan dari dampak COVID-19, dan berkomitmen melakukan pendekatan yang lebih multilateral terhadap krisis ganda virus corona dan ekonomi.

Kepresidenan Italia atas kelompok G20 dari ekonomi teratas dunia mengatakan pertemuan para kepala keuangan telah berjanji untuk bekerja lebih erat buat mempercepat pemulihan yang masih rapuh dan tidak merata.

“Kami sepakat bahwa penarikan dukungan fiskal dan moneter yang terlalu dini harus dihindari,” kata Daniele Franco, menteri keuangan Italia, pada konferensi pers setelah pertemuan videolink yang diadakan oleh para menteri keuangan dan gubernur bank sentral G20.

Amerika Serikat menyiapkan 1,9 triliun dolar AS dalam stimulus fiskal dan Uni Eropa telah mengumpulkan lebih dari 3,0 triliun euro (3,63 triliun dolar AS) untuk menjaga ekonominya melewati sejumlah penguncian.

Namun terlepas dari jumlahnya yang besar, masalah dengan peluncuran vaksin secara global dan munculnya varian virus corona baru membuat jalur pemulihan di masa depan tetap tidak pasti.

G20 "berkomitmen untuk meningkatkan koordinasi internasional guna mengatasi tantangan global saat ini dengan mengadopsi pendekatan multilateral yang lebih kuat dan berfokus pada serangkaian prioritas inti," kata kepresidenan Italia dalam sebuah pernyataan.

Pertemuan tersebut adalah yang pertama sejak Presiden AS Joe Biden - yang berjanji untuk membangun kembali kerja sama AS dalam badan-badan internasional -, dan kemajuan signifikan tampaknya telah dibuat dalam masalah pelik perpajakan perusahaan multinasional, terutama raksasa web seperti Google, Amazon dan Facebook.

Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan kepada G20 bahwa Washington telah membatalkan proposal pemerintah Trump untuk membiarkan beberapa perusahaan memilih keluar dari aturan pajak digital global baru, meningkatkan harapan untuk kesepakatan pada musim panas.

Langkah tersebut dipuji sebagai terobosan besar oleh Menteri Keuangan Jerman Olaf Scholz dan mitranya dari Prancis, Bruno Le Maire.

Scholz mengatakan Yellen mengatakan kepada para pejabat G20 bahwa Washington juga berencana untuk mereformasi peraturan pajak minimum AS sejalan dengan proposal OECD untuk pajak minimum global yang efektif.

"Ini adalah langkah maju yang besar," kata Scholz.

Franco dari Italia mengatakan sikap baru AS harus membuka jalan bagi kesepakatan menyeluruh tentang perpajakan perusahaan multinasional pada pertemuan kepala keuangan G20 di Venesia pada Juli.

G20 juga membahas cara membantu negara-negara termiskin di dunia, yang ekonominya dilanda krisis secara tidak proporsional.

Dalam hal tersebut ada dukungan luas untuk meningkatkan modal Dana Moneter Internasional (IMF) guna membantunya memberikan lebih banyak pinjaman, tetapi tidak ada jumlah konkret yang diusulkan.

Untuk memberikan lebih banyak kekuatan, IMF mengusulkan tahun lalu untuk meningkatkan dana cadangannya sebesar 500 miliar dalam mata uang IMF sendiri yang disebut Hak Penarikan Khusus (SDR), tetapi gagasan itu diblokir oleh Trump.

“Tidak ada diskusi tentang jumlah SDR tertentu,” kata Franco, menambahkan bahwa masalah tersebut akan ditinjau kembali berdasarkan proposal yang disiapkan oleh IMF untuk April.

Sementara IMF memperkirakan ekonomi AS kembali ke level sebelum krisis pada akhir tahun ini, Eropa mungkin membutuhkan waktu hingga pertengahan 2022 untuk mencapai titik itu.

Pemulihan juga rapuh di tempat lain. Aktivitas pabrik di China tumbuh paling lambat dalam lima bulan pada Januari, dan di Jepang pertumbuhan kuartal keempat melambat dari kuartal sebelumnya.

Beberapa negara telah menyatakan harapan G20 dapat memperpanjang penangguhan biaya pembayaran utang untuk negara-negara termiskin setelah Juni, tetapi belum ada keputusan yang diambil. Masalah ini akan dibahas pada pertemuan berikutnya, kata Franco.

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2021