Jakarta (ANTARA) - Pasien pertama COVID-19 di Indonesia yang terkonfirmasi di Depok, Jawa Barat, pada Maret 2020 tidak hanya memberikan dampak terhadap sektor kesehatan tapi juga mengubah warna ketenagakerjaan tanah air dalam setahun terakhir.

Tren positif dicatat Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2020 saat tingkat pengangguran terbuka turun sampai 4,9 persen, dibandingkan 5,01 persen dalam periode yang sama pada 2019.

Namun, pengurangan jam kerja, pembatasan aktivitas masyarakat dan penutupan fasilitas umum serta pusat perbelanjaan untuk mencegah penularan COVID-19 tidak bisa dipungkiri memberikan efek kepada perekonomian secara umum dan ketenagakerjaan secara khusus.

Menurut data BPS per Agustus 2020, tingkat pengangguran terbuka Indonesia mencapai 7,07 persen. Dari 138,22 juta orang yang masuk angkatan kerja sekitar 9,77 juta orang menganggur.

BPS juga mencatat 29,12 juta orang penduduk usia kerja mengalami dampak pandemi, dengan 24,03 juta orang mengalami pengurangan jam kerja, 2,56 juta menjadi pengangguran karena pandemi, 1,77 juta orang sementara tidak bekerja dan sekitar 760 ribu orang menjadi bukan angkatan kerja akibat COVID-19.

Melihat dampak itu pemerintah langsung bergerak cepat, tidak hanya bantuan dari sisi kesehatan, dari sektor ketenagakerjaan pun mulai diluncurkan berbagai jenis subsidi.

Subsidi untuk pekerja terdampak dimulai dengan peluncuran program Kartu Prakerja yang telah dimodifikasi, semula berfokus pada bantuan untuk peningkatan kompetensi tapi kemudian ditambah insentif untuk subsidi pandemi.

Kartu Prakerja diluncurkan pada April 2020 dengan skema peserta akan mendapatkan bantuan Rp3.550.000 dengan rincian biaya pelatihan Rp1.000.000, insentif setelah pelatihan Rp600.000 per bulan selama empat bulan, dan insentif survei Rp150.000.

Dalam 11 gelombang pembukaan pendaftarannya, telah terdapat 5,9 juta orang yang resmi menjadi peserta untuk mendapatkan bantuan tersebut. Total Rp20 triliun digelontorkan sebagai anggaran program yang berada di bawah komando Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Tidak hanya itu, pemerintah juga meluncurkan program Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang menyasar pekerja atau buruh berpendapatan di bawah Rp5 juta untuk mendorong aktivitas ekonomi. Pekerja yang menerima bantuan adalah penerima upah yang terdaftar sebagai peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK).

Baca juga: Peneliti: Bantuan subsidi upah penting untuk pulihkan ekonomi nasional

Pelatihan wirausaha

Presiden Joko Widodo pada Agustus 2020 resmi meluncurkan program tersebut yang awalnya menargetkan 15,7 juta pekerja yang akan menerima bantuan sebesar Rp2,4 juta itu.

Dalam realisasinya setelah melakukan penyisiran data BPJS Ketenagakerjaan serta disesuaikan dengan data Dirjen Pajak Kementerian Keuangan, bantuan itu akhirnya diberikan kepada 12.403.896 orang dengan rata-rata penerima memiliki gaji Rp3,1 juta.

Total 413.649 perusahaan yang karyawannya menjadi penerima program BSU dengan DKI Jakarta menjadi provinsi yang memiliki penerima bantuan terbanyak yaitu 2.508.979 orang.

Realisasinya sendiri sampai dengan akhir 2020 telah mencapai 98,92 persen dengan sisa dari anggaran Rp29,4 triliun untuk program itu dikembalikan kepada kas negara.

Terkait peserta yang belum menerima pada 2021, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan pihaknya akan berusaha menyalurkan sisa BSU kepada para peserta yang berhak menerima pada awal tahun ini.

Tidak hanya bantuan, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) juga melakukan berbagai langkah modifikasi berbagai programnya untuk mengatasi dampak COVID-19, salah satunya dengan memodifikasi program pelatihan di Balai Latihan Kerja untuk menghasilkan produk yang dibagikan kepada masyarakat seperti masker, pelindung wajah, baju pelindung dan wastafel.

Dilakukan juga program bantuan perluasan kesempatan kerja untuk penanggulangan dampak COVID-19 yang membantu 327.013 tenaga kerja lewat pelatihan wirausaha baru, inkubasi bisnis, padat karya, wirausaha berbasis ekonomi digital dan tenaga pendamping pemberdayaan masyarakat.

Pemerintah juga menaruh perhatian khusus untuk pekerja migran Indonesia yang penempatannya sempat terhenti ketika banyak negara memutuskan untuk menutup perbatasannya.

Dengan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 294 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru yang dikeluarkan pada akhir Juli 2020, pemerintah mulai membuka kembali penempatan di negara yang sudah bisa menerima pekerja asing dengan protokol kesehatan.

Selain itu pemerintah lewat Kemnaker juga melakukan langkah perlindungan kepada tenaga kerja Indonesia (TKI) yang sudah berada di negara-negara penempatan. Bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan telah diberikan bantuan masker untuk PMI di Hongkong, Taiwan, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, dan Brunei Darussalam.

Kemnaker juga memberikan bantuan bahan pokok kepada PMI yang terdampak COVID-19 di negara-negara penempatan dan pengalokasian program perluasan kesempatan kerja bagi CPMI/PMI dan anggota keluarganya. Bantuan tersebut berupa Program Padat Karya Infrastruktur, Padat Karya Produktif, Inkubasi Bisnis, Teknologi Tepat Guna, dan Tenaga Kerja Mandiri.

Koordinasi juga dilakukan dengan pemerintah daerah, Badan Pelindungan Pekerjam Migran Indonesia (BP2MI) dan perusahaan penempatan PMI (P3MI) untuk membantu sosialisasi dan mendorong CPMI/PMI terdampak COVID-19 agar mendapatkan bantuan lewat Kartu Prakerja.

Pandemi juga memberikan dampak terhadap jaminan sosial ketenagakerjaan dengan terjadi penurunan keanggotaan BPJS Ketenagakerjaan dari 54.450.009 orang pada 2019 menjadi 51.759.507 orang pada 2020.

Secara khusus, kepesertaan pada segmen PMI juga mengalami penurunan dari 539.239 pada 2019 menjadi 389.760 pada 2020.

Menurut Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan periode 2016-2021 Agus Susanto penurunan itu disebabkan karena adanya pembatasan penempatan PMI di berbagai negara akibat pandemi COVID-19, selain ada pekerja yang tidak diperpanjang masa kerjanya.

Baca juga: Pekerja terdampak di sekitar PT PP diberi bantuan kebutuhan pokok

Rencana 2021

Jelang setahun pandemi COVID-19 di Indonesia pada Maret 2021, pemerintah masih menjalankan beberapa program bantuan untuk pekerja. Namun, pada tahun ini program bantuan pekerja akan difokuskan dalam Kartu Prakerja.

"Kita tidak menggunakan skema subsidi upah, tapi program Kartu Prakerja yang di situ masih ada insentifnya yang tetap dilanjutkan," kata Menaker Ida.

Menaker Ida mengatakan bahwa alokasi yang diberikan terhadap program itu cukup besar untuk tahun ini yaitu sebesar Rp20 triliun. Ida sendiri menegaskan bahwa BSU tidak masuk dalam APBN 2021.

Program Kartu Prakerja untuk 2021 sendiri telah dimulai dengan pembukaan Gelombang 12 pada 23-26 Februari 2021 dengan Gelombang 13 rencananya dibuka pada Maret 2021.

Terkait masih berlangsungnya pandemi, Ida Fauziyah mengatakan pemerintah akan fokus pada perluasan kesempatan kerja untuk menanggulangi dampak berkelanjutan pada sektor ketenagakerjaan, di tengah adanya harapan setelah proses vaksinasi COVID-19 telah dimulai pada awal 2021.

Dia menegaskan perluasan kesempatan kerja itu akan dilakukan dengan peningkatan kompetensi melalui berbagai kegiatan di Balai Latihan Kerja baik yang berada di pusat maupun daerah.

Selain itu, Kemnaker juga akan terus mengintensifkan program Padat Karya Infrastruktur dan Tenaga Kerja Mandiri (TKM) dan berbagai kegiatan lain yang bersifat meluaskan kesempatan kerja.

Kemnaker menargetkan program pelatihan di BLK tidak hanya untuk menyelesaikan masalah klasik ketenagakerjaan seperti daya saing dan produktivitas yang masih kalah dengan negara lain, tapi juga mencapai link and match ketenagakerjaan di mana mengembangkan kompetensi yang dibutuhkan pasar kerja.

Terkait pelatihan, Sekretaris Jenderal Kemnaker Anwar Sanusi juga mengatakan bahwa Kemnaker berusaha meminimalkan peningkatan angka pengangguran di tengah pandemi COVID-19.

Untuk pelatihan, diterapkan sistem pelatihan campuran dan fokus untuk mendorong kesempatan kerja serta kewirausahaan. Kemnaker juga akan terus melakukan koordinasi dengan perusahaan terkait wajib lapor ketenagakerjaan, guna mengetahui kondisi ketenagakerjaan di setiap perusahaan yang terintegrasi dalam platform SISNAKER.

"Pelatihan yang dikembangkan disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja lokal dan mendorong minat masyarakat untuk berwirausaha, yang pada akhirnya dapat menekan angka pengangguran, serta memulihkan perekonomian tenaga kerja," kata Anwar.

Dalam sektor jaminan sosial ketenagakerjaan, tahun ini dikeluarkan peraturan pemerintah (PP) Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang merupakan aturan turunan dari UU Cipta Kerja.

JKP akan dijalankan oleh BPJS Ketenagakerjaan dan akan memberikan manfaat bagi peserta yang terkena pemutusan hubungan kerja, dengan syarat sudah terdaftar menjadi peserta selama 24 bulan bermasa iuran 12 bulan dan membayar iuran berturut-turut selama tiga bulan.

JKP akan disalurkan dalam bentuk uang tunai maksimal enam bulan, akses informasi pasar kerja dan pelatihan yang diselenggarakan BPJAMSOSTEK. Dalam aturan itu, pengusaha wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta JKP.

Semua upaya ini diharapkan mampu membantu pekerja dan pemberi kerja untuk lebih tangguh dalam menghadapi pandemi hingga mampu ke luar dalam segala kesulitan yang mengikutinya.*

Baca juga: Kemnaker telah salurkan BSU termin II untuk 11,05 juta pekerja

Baca juga: Kemnaker telah salurkan BSU termin II kepada 8 juta pekerja

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021