Ternyata PNBP belum ada, masih gantung di Kementerian Keuangan, draf sudah ada, ancang-ancang sudah ada tetapi ini lompat langsung.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan 2018—2020 Zulficar Mochtar mengungkapkan sejumlah kejanggalan ekspor benih bening lobster (BBL).

"Realita di lapangan perusahaan yang mengajukan untuk ekspor baru dibentuk 1, 2, atau 3 bulan lalu langsung ingin ekspor jadi mayoritas adalah perusahaan baru, bahkan ada yang tadinya kontraktor berubah jadi perusahaan lobster," kata Zulficar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

Zulficar menyampaikan hal tersebut saat menjadi saksi untuk terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito yang didakwa memberikan suap senilai total Rp2,146 miliar yang terdiri atas 103.000 dolar AS (sekitar Rp1,44 miliar) dan Rp706.055.440,00 kepada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

Baca juga: KPK panggil karyawan swasta penyidikan kasus suap Edhy Prabowo

"Padahal, seharusnya sebelum ekspor itu ada budi daya, jadi butuh waktu sekitar 9—10 bulan agar bisa sampai konsusmsi. Kalau disebut panen berkelanjutan, artinya prosesnya harus panjang dan bayangan saya setelah 1 tahun baru perusahaan bisa mengajukan ekspor, bukan tiba-tiba sudah mengajukan untuk ekspor," ungkap Zulficar.

Menurut Zulficar, sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di wilayah Negara Republik Indonesia, untuk menjadi pengekspor benih lobster, tidak gampang karena harus sukses panen berkelanjutan dan restoking, artinya perusahaan harus sukses panen lobster setidaknya dua kali dengan ukurang tertentu baru bisa mengajukan diri sebagai pengekspor.

Selaku Dirjen Perikanan Tangkap, Zulficar mengaku harus melakukan dua hal utama, yaitu me-review persyaratan administrasi, seperti business plan perusahaan dan persyaratan teknis terkait dengan jumlah benih lobster yang diusulkan oleh berapa orang nelayan serta sejumlah syarat lain.

"Barulah kalau hal itu terpenuhi, diterbitkan surat calon ekpsortir. Akan tetapi, tahu-tahu ada dua perusahaan yang sudah ekspor pada bulan Juni," ungkap Zulficar.

Baca juga: Edhy Prabowo bantah menyalahgunakan kunjungan daring Rutan KPK

Padahal, Permen 12 tahun 2020 baru terbit pada tanggal 4 Mei 2020, artinya hanya dalam waktu sebulan sudah ada dua perusahaan yang bisa membudidayakan dan mengekspor benih lobster.

"Ada perusahaan yang lompat aturan, yaitu PT Tania Asia Marina dan PT Aquatic (SSLautan Rejeki). Saya dapat informasi karena mereka sudah ekspor," kata Zulficar.

Zulficar mengaku tidak menandatangani surat rekomendasi untuk dua perusahaan tersebut.

"Dua perusahaan itu tidak melalui kami, padahal harusnya kami yang mengeluarkan surat waktu pengeluaran. Akan tetapi, tahu-tahu di pertengahan Juni sudah ekspor. Saya kontak Irjen, ayo, kita rapatkan, tidak boleh seperti ini," ungkap Zulficar.

Apalagi menurut Zulficar saat ekspor dilakukan belum ditetapkan aturan mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari ekspor benih lobster.

"Ternyata PNBP belum ada, masih gantung di Kementerian Keuangan, draf sudah ada, ancang-ancang sudah ada tetapi ini lompat langsung," kata Zulficar menambahkan.

Baca juga: Saksi dicecar alasan tidak terblokirnya rekening bank Stafsus Edhy

Kejanggalan lain, menurut Zulficar, meski Permen No. 12/2020 baru keluar pada bulan Mei 2020, paparan sejumlah perusahaan calon eksportir benih lobster sejak April 2020.

"April sudah paparan, padahal permen baru ada pada bulan Mei. Saya yakin karena itu pernyataan Pak Menteri yang menyilakan pelaku usaha yang mau ekspor, jadi dibuka," kata Zulficar.

Zulficar mengaku sejak April 2020 menerima permintaan puluhan perusahaan untuk didengar paparannya melalui zoom meeting yang dipimpin oleh Andreau Misanta selaku staf khusus Menteri KKP. Namun, karena aturan belum jelas, Zulficar enggan mengikuti paparan itu ditambah karena menghabiskan waktunya.

"Berdasarkan arahan menteri harus mendengar paparan zoom, pelaku usaha juga bertanya mekanismenya apa tetapi belum ada, ini tidak jelas kok bisa tiba-tiba ada paparan ditambah permintaan saya ikut paparan bukan secara formal dengan surat hanya informal dari stafsus menteri," ungkap Zulficar.

Baca juga: KPK panggil empat saksi kasus suap Edhy Prabowo

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021