Kalau Saudara berbohong, ada ancaman Pasal 21.
Jakarta (ANTARA) - Tim teknis mantan Menteri Sosial Juliari Batubara bernama Kukuh Aribowo membantah pernah meminta pemusnahan barang bukti terkait dengan pengadaan bantuan sosial sembako COVID-19.

"Apakah pernah meminta untuk menghilangkan beberapa catatan, mengganti laptop, mengganti nomor kepada Pak Adi dan Pak Joko?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ikhsan Fernandi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin malam.

"Tidak pernah," jawab Kukuh.

Kukuh menjadi saksi untuk dua orang terdakwa bernama Harry Van Sidabukke yang didakwa menyuap Juliari senilai Rp1,28 miliar dan Ardian Iskandar Maddanatja yang didakwa memberikan suap senilai Rp1,95 miliar terkait dengan penunjukan perusahaan penyedia bansos sembako COVID-19.

Padahal, dalam persidangan yang sama, mantan Plt. Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Kementerian Sosial sekaligus kuasa pengguna anggaran (KPA) pengadaan bansos Adi Wahyono dan pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako COVID-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kemensos Matheus Joko Santoso mengaku diperintah untuk memusnahkan barang bukti terkait dengan pengadaan bansos.

"Yang berikan arahan itu Pak Kukuh di tempat Pak Adi Wahyono, saya ingat sekali. Waktu itu arahannya adalah menghilangkan barang bukti handphone, alat kerja elektronik, baik laptop maupun gadget, dan lain-lain," kata Matheus Joko saat memberikan keterangan melalui video conference.

"Kalau Saudara berbohong, ada ancaman Pasal 21," tambah jaksa.

Kukuh juga membantah pernah memberikan daftar nama-nama perusahaan yang direkomendasikan Juliari untuk menjadi vendor bansos.

"Tidak pernah memberikan daftar perusahaan," kata Kukuh.

Kukuh kembali membantah pernah menyampaikan permintaan pengumpulan fee kepada Adi Wibowo dan Matheus Joko.

"Tidak pernah meminta pengumpulan fee," kata Kukuh menegaskan.

"Tolong bantu kami untuk mengetahui yang benar itu benar yang salah itu salah, apakah Saudara tahu pembagian kuota sembako 1,9 juta per tahap?" tanya jaksa M. Nur Azis.

"Tidak tahu," jawab Kukuh.

"Berapa kali bansos diberikan?" tanya jaksa lagi.

"Kurang tahu, saya khusus publikasi, masalah pendistribusian saya tidak tahu teknisnya, saya hanya memberitakan saat kunjungan Pak Menteri ke masyarakat," ungkap Kukuh.

Sementara itu, Adi dan Joko berkeras bahwa Kukuh adalah orang yang memberikan nama-nama vendor penyedia bansos sembako serta memberikan perintah untuk mengumpulkan fee hingga Rp35 miliar dari bansos.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021