Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvesindo) menginginkan berbagai investor dapat lebih melirik startup atau usaha rintisan yang terdapat di daerah dan tidak hanya terpusat di kawasan tertentu seperti di Jabodetabek saja.

"Minimnya network ke investor memang masih jadi masalah utama yang dihadapi startup daerah. Kami berharap semakin banyak startup daerah yang berani pitching (presentasi) seperti startup di kota-kota besar," kata Wakil Ketua I Amvesindo William Gozali dalam siaran pers di Jakarta, Rabu.

Menurut William Gozali, semakin tinggi jam terbang dari usaha rintisan untuk ikut kompetisi, demo, workshop, inkubator, maka akan semakin mempertajam pemahaman startup dengan bisnis mereka sendiri.

Baca juga: Menperin: Revolusi Industri 4.0 butuh peran startup

Ia mengingatkan bahwa pertumbuhan usaha rintisan di Indonesia terus menunjukkan tren yang positif. Menurut catatan Startup Ranking, jumlah startup di Indonesia mencapai 2.219 perusahaan di tahun 2021.

Meski demikian, lanjutnya, mayoritas dari usaha rintisan tersebut masih berdomisili di Pulau Jawa, khususnya Jabodetabek. Padahal, semakin banyak inovator lokal dengan ide dan inovasi menarik yang muncul beberapa tahun terakhir, antara lain perusahaan teknologi akuakultur E-Fishery asal Jawa Barat, layanan kesehatan mental on-demand Riliv asal Surabaya, dan aplikasi pengelolaan sampah Gringgo asal Bali.

"Salah satu kunci pertumbuhan startup yang merata adalah akses pendanaan yang terjangkau di seluruh daerah," ucapnya.

Merespon situasi tersebut, Amvesindo akan menggelar ajang "AMVESINDO Pitching Days 2021" pada bulan Maret-April ini secara virtual. Ajang ini diharapkan dapat mempertemukan inovator lokal dengan investor, masing-masing dari berbagai skala, sektor bisnis, dan domisili.

Baca juga: Kemenkominfo bina 1.000 start up

Sementara dari sisi investor daerah, Ketua Bidang Keanggotaan Amvesindo Rimawan Yasin mengungkapkan, saatnya perusahaan modal ventura daerah bisa beranjak dari zona nyaman dengan menjajal beragam vertikal bisnis baru yang lebih menantang.

"Hampir 90 persen PMVD masih terbiasa dengan pembiayaan produktif yang disalurkan ke sektor riil. Salah satu penyebabnya karena masih kurang eksplorasi dan kurang berani bermain pada sektor lain yang lebih beragam. Lewat ajang ini kami harapkan, PMVD bisa mulai memperluas portofolio investasi dengan menggarap sektor lain seperti sektor ekonomi kreatif atau teknologi," ujar Rimawan.

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan bahwa upaya membantu perusahaan rintisan atau startup perlu didukung infrastruktur digital dan pusat data (data center).

"Banyak startup kita ini sekarang yang didukung oleh BUMN. Namun membantu startup tanpa didukung juga dengan data center, server komputasi awan (cloud), infrastruktur digital pasti berat," kata Erick dalam Rakernas Hipmi di Jakarta, 5 Maret 2021.

Di Telkom sendiri, ujar Erick, sudah memiliki perusahaan yang namanya MDI Ventures untuk berinvestasi pada perusahaan startup. MDI Ventures merupakan anak usaha Telkom yang bermitra untuk pengembangan startup digital.

Tidak hanya di Telkom, ujar dia, upaya dalam rangka mendukung startup juga dilakukan oleh Telkomsel, Mandiri dan beberapa perusahaan BUMN lainnya.

"Maka dari itu Telkom dan Telkomsel kami ubah model bisnisnya sekarang bahwa Telkom tidak hanya bisa berdasarkan infrastructure based, tapi juga service based yang salah satunya adalah data center," ujar Menteri BUMN.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021