agar bisa diakses masyarakat lebih banyak
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menginginkan agar program Rumah dengan uang muka (down payment/DP) Rp0 banyak diakses warga sebanyak-banyak karena itu batasan penghasilan tertinggi penerimanya dinaikkan.

"Prinsipnya dibuat agar bisa diakses masyarakat lebih banyak," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, terkait persoalan program Rumah DP Rp0 di Jakarta, Rabu.

Walau demikian, Riza menegaskan, kebijakan menaikkan batas atas penghasilan penerima manfaat Rumah DP Rp0 dari Rp7 juta menjadi Rp14,8 juta telah mengikuti peraturan PerMen PUPR No. 10/PRT/M/2019 tentang Kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah atau MBR.

"Kami menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah pusat. Kami ini di Pemprov tidak bisa berdiri sendiri, semua kebijakan harus mengacu kepada peraturan yang lebih tinggi," tuturnya.

Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta kembali mengubah kebijakan mengenai batas atas gaji bagi pemilik rumah DP Rp0, sehingga membuat warga yang berpenghasilan dua digit bisa membeli hunian yang jadi janji kampanye Anies.

Baca juga: Anies enggan komentari batas atas upah untuk miliki rumah DP Rp0

Berdasarkan pantauan di laman Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Pemprov DKI, Selasa (16/3), aturan yang merubah batas atas gaji tersebut, adalah Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 588 Tahun 2020 yang diteken Anies pada 10 Juni 2020 ini, merubah batas atas gaji pemilik Rumah DP Rp0 dari sebelumnya Rp7 juta, menjadi Rp14,8 juta.

"Menetapkan batasan penghasilan tertinggi penerima manfaat fasilitas pembiayaan perolehan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah sebesar Rp14.800.000,00 per bulan," tulis dokumen aturan tersebut.

Dalam aturan itu juga disebutkan empat kriteria penentuan nilai pendapatan bagi calon pemilik rumah murah ala Pemprov DKI.

Pertama, penghasilan tetap bagi yang berstatus belum kawin, yaitu seluruh pendapatan bersih tiap bulan.

Kemudian, penghasilan tetap bagi yang berstatus kawin, yaitu seluruh penghasilan bersih gabungan suami dan istri setiap bulannya.

Baca juga: Penghasilan dua digit bisa beli rumah DP Rp0 sesuai kebijakan baru

Ketiga, penghasilan tidak tetap bagi yang berstatus belum kawin, yaitu seluruh pendapatan bersih atau rata-rata yang dihitung dalam satu tahun.

"Penghasilan tidak tetap bagi yang berstatus kawin, yaitu seluruh pendapatan bersih atau upah rata-rata yang diperoleh secara gabungan untuk pasangan suami istri tiap bulan yang dihitung dalam setahun," tulis Kepgub itu.

Dengan hadirnya aturan itu, rumah yang awalnya dijanjikan Anies untuk warga DKI berpenghasilan rendah, kini bisa dimiliki orang masyarakat berpenghasilan tinggi yang tentu bertolak belakang dengan semangat kampanye Anies sebelumnya yang berjanji bakal menyediakan hunian rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Dikonfirmasi, Pelaksa tugas (Plt) Kepal Dinas Perumahan DKI Jakarta Sarjoko mengatakan kebijakan ini sudah diterapkan hampir setahun.

"Itu sudah lama, udah lama. Batasan penghasilan tertinggi penerima program DP Rp0 yang semula Rp7 juta menjadi Rp14,8 juta," ujarnya.

Baca juga: FITRA sebut korupsi lahan Sarana Jaya karena keteledoran DPRD

Untuk diketahui, saat ini Pemprov DKI telah menyediakan 882 unit hunian DP Rp0 bagi warga Ibu Kota. Dari jumlah tersebut, baru 681 unit hunian DP Rp0 yang sudah laku terjual.

Untuk mempercepat proses penjualan, Pemprov DKI pun menaikkan batas atas gaji pemilik rumah DP Rp0 ini.

Program DP Rp0 ini, menjadi sorotan, usai KPK menetapkan Dirut PT Pembangunan Sarana Jaya Yoory C Pinontoan menjadi tersangka pengadaan lahan di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur, pada 5 Maret 2021.

Saat ini, Dirut Sarana Jaya Yoory C Pinontoan dinonaktifkan dari jabatannya, kemudian Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Indra Sukmono Arharrys ditunjuk sebagai Pelaksana tugas (plt) Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya.

Dia ditunjuk paling lama tiga bulan terhitung sejak ditetapkannya Keputusan Gubernur pada 5 Maret 2021, dengan opsi dapat diperpanjang.

Baca juga: DKI anut asas praduga tak bersalah pada kasus Sarana Jaya

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2021