Pemerintah harus mengeluarkan aturan yang mempermudah. Karena (aturannya) sudah dirilis, jadi tolong dipermudah, jangan sampai kita kalah sama Vietnam.
Jakarta (ANTARA) - Penghapusan fly ash and bottom ash (FABA) atau abu hasil pembakaran batu bara, dari jenis limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No.22/2021 sebagai turunan dari UU Cipta Kerja, harus didukung dengan regulasi petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaannya.

“Pemerintah harus mengeluarkan aturan yang mempermudah. Karena (aturannya) sudah dirilis, jadi tolong dipermudah, jangan sampai kita kalah sama Vietnam,” kata Januarti Jaya Ekaputri, peneliti FABA dan Dosen Teknik Sipil ITS Surabaya saat Webinar bertajuk “Peta Jalan Pemanfaatan FABA yang Ramah Lingkungan dan Multiplier Effect Bagi Perekonomian” yang diselenggarakan Energy and Mining Society (E2S), Jumat.

Menurut Januarti, kehati-hatian pemerintah tentu memiliki maksud yang baik sehingga tidak sembrono dalam penggunaan FABA. Namun berdasarkan hasil penelitian terhadap tikus, penggunaan FABA tidak mematikan, bahkan tikusnya bertambah berat badan.

Baca juga: Peneliti LIPI: Limbah batu bara bernilai ekonomi tinggi

Potensi pemanfaatan FABA juga dinilai cukup besar. Bahkan, lanjut Januarti, polimer merupakan salah satu produk yang 100 persen dari fly ash, bisa dipakai mengganti semen. Pemanfaatan fly ash untuk mengganti semen juga terkait dengan isu lingkungan.

“Setiap satu ton semen menghasilkan satu ton CO2. Jadi semakin sedikit semen yang digunakan beton semakin ramah terhadap lingkungan,” kata Januarti yang juga menjabat Direktur Geopolimer Indonesia.

Pembicara lain Direktur Strategi Bisnis dan Pengembangan Usaha PT Semen Indonesia Tbk Fadjar Judisiawan mengatakan bagi industri sebenarnya justru menunggu kejelasan kebijakan pemerintah. “Bagi dunia usaha yang ditunggu adalah tegasnya seperti apa. Karena jika lebih jelas akan lebih gampang hitung-hitungannya,” kata Fadjar.

Menurut Fajar, Semen Indonesia sudah memanfaatkan fly ash yang selama ini diambil dari PLTU yang berada di sekitar wilayah pabrik.

Baca juga: PLN menjadikan limbah batu bara sebagai pendorong ekonomi nasional

Pada kesempatan yang sama, Anggota Komite Investasi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rizal Calvary Marimbo mengatakan FABA dulu dianggap tidak ada gunanya. Padahal FABA ini seperti gadis cantik. FABA dulu dilarang-larang, malah menjadi persoalan. Dengan adanya PP, FABA bisa dioptimalkan untuk membantu percepatan pembangunan infrastruktur ke depan.

Rizal mengatakan BKPM sejak satu tahun lalu, melihat persoalan yang paling berat dari investasi bukan promosi ke luar. Mereka sudah tahu, Indonesia tujuan investasi yang luar bisa, begitu juga pasarnya. Tetapi persoalannya ada di domestik. Jadi yang perlu diperbaiki adalah iklim investasi.

“Pertama, perizinan. Kita ini perizinannya paling rumit, ribet. Kedua, regulasi. Regulasi tumpang tindih, termasuk soal FABA. Ketiga, lahan. Mafia-mafia tanah ini. Pemilik tanah yang mafia tanah ini yang harus diberantas,” kata Rizal.

Menurut Rizal, dengan dikeluarkannya FABA dari kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), iklim investasi ke depan makin baik. “Investasi kita ke depan, tidak hanya soal FABA saja. Maka dengan dikeluarkan FABA dari B3 akan mempengaruhi iklim citra investasi Indonesia lebih baik,” kata dia.

Baca juga: Pengamat sebut limbah FABA dapat dikelola dengan teknologi

Menurut Rizal, FABA diharapkan menjadi bahan yang mudah diakses oleh industri terkait yang akan mengolah. BKPM juga mengharapkan jangan ada lagi pihak-pihak yang menafsirkan lain soal FABA, karena sudah jelas FABA ini dikeluarkan dari kategori B3.

“Juklak dan juknis yang akan keluar diharapkan tidak memberatkan bagi investor yang ingin berinvestasi soal FABA,” kata dia.

Sementara itu, Wakil Presiden Direktur PT Adaro Power Dharma Djojonegoro mengatakan FABA adalah hasil dari pembakaran batu bara yang biasanya disimpan di lokasi tertentu. Lahan untuk penyimpanan FABA biasanya disiapkan dengan lahan yang lebih luas.

Menurut Dharma, pemanfaatan FABA sudah dilakukan di banyak negara dan paling tidak ada 35 negara yang tidak mengategorikan FABA sebagai limbah B3. FABA banyak sekali dipakai untuk material semen, bahan baku jalan, industri cat dan lain-lain. Bahkan digunakan untuk bahan beton, jalan, dan semen. “Korea Selatan nyaris semua atau 90 persen FABA dimanfaatkan,” katanya.

Menurut Dharma, seiring perubahan peraturan. Adaro mulai menjalin kerja sama dengan institusi pendidikan. Misalnya digunakan untuk campuran beton, untuk batako. Adaro pun sudah pernah melakukan. “Yang kita teliti, untuk bikin jalan tambang. Untuk memperbaiki jalan tambang. Kami juga teliti juga untuk reklamasi dan lainnya,” kata dia.

Dharma mengatakan penggunaan FABA banyak sekali gunanya. Misalnya untuk jalan tambang. FABA di dua PLTU yang dioperasikan Adaro habis semua. “Begitu aturan keluar, kami akan langsung diimplementasikan,” kata Dharma.

Kris Pranoto, Manager Environment PT Kaltim Prima Coal, mengatakan opsi pemanfaatan FABA merupakan opsi terbaik dalam mengelola timbulan FABA khususnya untuk lokasi yang jauhdari pemanfaat. “Pemanfaatan FABA sebagai penudung material PAF di tambang dapat menjadi solusi jangka panjang hingga akhir penutupan tambang,” kata dia.

Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association Djoko Widajatno regulasi yang dibutuhkan untuk mempercepat pemanfaatan FABA antara lain adalah FABA dihilangkan dari limbah B3 untuk semua industri. Perlu adanya peraturan yang digunakan untuk membangun industri penunjang infrastruktur, baik transportasi, industri atau bangunan perumahan yang sesuai dengan arah dan tema pembangunan wilayah yang dicanangkan Bappenas tahun 2020-2024.

“Jangan lahirkan peraturan yang mempersulit pertumbuhan industri karena negara ini bukan negara peraturan,” kata Djoko.

Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021