Jakarta (ANTARA) - Terdakwa kasus ujaran kebencian Sugi Nur Raharja alias Gus Nur membacakan sumpah sambil membawa kitab suci Umat Islam Al-Qur’an saat sidang mendengarkan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jakarta, Senin.

“Kalau ternyata yang dituduhkan ke saya itu benar. Kalau memang benar saya ini menebarkan kebencian atas suku, ras, golongan, dan agama. Kalau memang saya ini menebarkan kebencian, Ya Allah, cabut keberkahan hidup saya. Azab tujuh turunan saya Ya Allah, laknat saya, anak istri saya, Ya Allah,” kata Gus Nur, yang hadir secara virtual dari rumah tahanan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Rutan Bareskrim Polri), Jakarta, Senin.

Gus Nur ke Majelis Hakim, lanjut membacakan sumpahnya: “Allah menyaksikan Pak Hakim, kalau memang saya benar sesuai yang dituduhkan menebar kebencian antarsuku, ras, dan golongan, Allah akan cabut keberkahan hidup saya, dilaknat tujuh turunan. [...] Ini saya pegang al-Qur’an. Ini urusan jiwa raga, dunia akhirat”.

Baca juga: Sidang pledoi Gus Nur di PN Jaksel terhambat gangguan Internet
Baca juga: Bareskrim serahkan tersangka Gus Nur dan barang bukti ke Kejagung
Baca juga: Kasus ujaran kebencian, Polri tunggu pemeriksaan tersangka Nur lengkap


Namun sebaliknya, Gus Nur mengatakan jika ia benar dan para pelapor itu salah, ia berharap sumpahnya itu dialami oleh mereka. Saat membacakan sumpahnya, Gus Nur turut menyebut nama Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut dan Ketua PBNU Said Aqil Siradj.

Ia lanjut menutup pembacaan nota pembelaannya dengan menyampaikan harapan kepada Majelis Hakim. “Mudah-mudahan hakim netral, putuskan, bebaskan saya, karena tidak ada yang saya rugikan. Tidak ada agama yang rusak,” kata dia menambahkan.

Majelis Hakim PN Jakarta Selatan melanjutkan sidang pembacaan pledoi dari Gus Nur, Senin. Namun, sesi pembacaan itu terhambat oleh gangguan sambungan Internet.

Setidaknya, sesi pembacaan pledoi Gus Nur terputus kurang lebih 10 kali. Beberapa kali suara Gus Nur tidak terdengar sehingga Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum, yang hadir secara langsung dalam ruang sidang, tidak dapat mendengar isi pledoi dengan lengkap dan jelas.

Walaupun demikian, Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Ketua Toto Ridarto tetap melanjutkan persidangan sampai terdakwa selesai membacakan pembelaannya.

Ia hanya menyarankan Gus Nur agar membacakan pledoinya secara perlahan. Toto juga memastikan ke terdakwa bahwa Majelis Hakim akan membaca pledoi Gus Nur dengan lengkap.

“Nanti (salinan pledoinya) diambil kurir (di Bareskrim, Red) buat hakim dan jaksa,” sebut Toto ke Gus Nur.

Dalam beberapa bagian pledoinya, yang berhasil terdengar cukup jelas di ruang sidang, Gus Nur mengatakan tidak ada bukti-bukti dan saksi yang dengan tegas dan jelas membuktikan isi dakwaan.

Ia menyebut satu per satu poin dakwaan, di antaranya terkait ujaran kebencian terhadap suku, ras, agama, dan golongan tertentu.

“Sekarang saya masuk ke inti, saya dituduh ujaran kebencian (terhadap) antarsuku, golongan. Itu tuduhan paling prinsip. [...] Coba sekarang tunjukkan ke saya, tunjukkan ke kami, saya mau lihat (akibat ujaran saya, ada konflik antarsuku). Saya mau lihat sukunya,” kata Gus Nur.

“Ini harus ada buktinya,” kata dia menegaskan.

Jaksa pada Selasa minggu lalu (23/3) menuntut Gus Nur dua tahun penjara dan denda Rp100 juta atau kurungan selama tiga bulan.

Gus Nur didakwa dengan sengaja menyebarkan informasi bermuatan SARA yang dapat menimbulkan kebencian. Ia pun dijerat dengan Pasal 45 ayat (2) Jo. Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Perlu diketahui, penasihat hukum terdakwa telah walk out/menolak menghadiri persidangan sejak sidang kedua sehingga Gus Nur pun mengikuti sidang tanpa didampingi oleh pengacara.

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021