Jika ekstremisme dibiarkan, berpotensi memunculkan sikap intoleran dan radikal.
Jakarta (ANTARA) -
Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta menyebutkan tindakan pencegahan terorisme memerlukan kolaborasi erat antara pemerintah dan masyarakat.
 
Agar hal itu berhasil, kata Stanislaus Riyanta dalam keterangan pers diterima di Jakarta, Selasa, pemerintah perlu memperkuat kapasitas masyarakat dan menjalin komunikasi secara terus-menerus.
 
"Kolaborasi antara state actor dan non state actor ini sangat penting untuk pencegahan terorisme karena terorisme tidak mungkin diurus hanya oleh Pemerintah," katanya.
 
Stanislaus berpendapat bahwa kunci pencegahan kelompok intoleran ada di tengah masyarakat, terutama keluarga. Deteksi dini benih radikalisme dan terorisme pertama kali di tingkat keluarga.
 
"Negara perlu memberikan pembekalan kepada semua keluarga dan masyarakat untuk mampu melakukan deteksi dini atas ideologi radikal terorisme," katanya.
 
Menurut dia, radikalisme dan terorisme terus berkembang secara pesat. Keberadaan teknologi dan jaringan internet memudahkan propaganda kepada siapa pun tanpa mengenal batas dan jarak.

Baca juga: Pengamat: Perbanyak materi agama pada kurikulum tangkal paham radikal
 
"Selain itu, kelompok ini (teroris) menggunakan dalil-dalil dan propaganda ideologis sehingga ketika berhasil melakukan doktrinasi, ideologi tersebut akan sangat sulit diubah," ucap
Stanislaus.
 
Kelompok transnasional, seperti ISIS dan Al-Qaeda, kata dia, memang tujuan utamanya adalah soal politik, meraih kekuasaan.
 
Kelompok transnasional itu menggalang massa dengan doktrinasi ideologi. Meski bergerak sendiri, orang bisa terpapar karena merasa ada kesamaan ideologi.
 
"Meski tidak bergerak dalam arahan organisasi, sangat banyak orang yang mudah terpapar dan bergerak sendiri karena ideologi. Mereka bisa disebut korban propaganda dan diperalat kelompok besar," ujar Stanislaus.
 
Presiden RI Joko Widodo sudah meneken Perpres Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah kepada Aksi Terorisme (RAN PE) 2020—2024.
 
Dalam perpres tersebut, masyarakat dipersilakan melapor ke polisi jika mencurigai adanya individu atau kelompok ekstremis sebagai bentuk deteksi dini agar kelompok intoleran tidak membesar. Pasalnya, jika ekstremisme dibiarkan, berpotensi memunculkan sikap intoleran dan radikal.
 
Stanislaus berharap Perpres Nomor 7 Tahun 2021 benar-benar diterapkan guna memastikan efektivitasnya.

Baca juga: Densus 88 amankan seorang wanita muda di Sukabumi

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021