Jakarta (ANTARA) - Hari buku sedunia diperingati setiap 23 April. Buku bermula dari ide yang dituliskan secara sistematis dan logis lalu didiseminasikan kepada publik. Tanpa ide, mustahil ada buku.

Pada mulanya adalah ide. Tulisan ada karena ide. Teknologi berasal dari ide. Mahakarya dimulai dari ide. Peradaban juga dibangun dari ide.

Pertanyaannya, ide bagaimana yang berpotensi membangun peradaban? Tentunya konstelasi ide-ide dahsyat yang dilaksanakan secara berkesinambungan.

Ide besar bermula dari hal-hal kecil nan sederhana. Boleh jadi didapatkan dari fenomena dan peristiwa di kehidupan serta dinamika yang terjadi di alam semesta. Keduanya memang guru sejati bagi manusia. Tentunya, peran Allah tak boleh dilupakan.

Ide juga dapat ditemukan saat berdiskusi, bertukar pandangan, bersilaturahmi, berpetualang alam, membaca (dalam makna luas), bercengkerama (bersama keluarga, sahabat, serta orang-orang tercinta), maupun saat berkontemplasi dan bersolilokui.

Semua kegiatan ini berpotensi menstimulasi ide. Nah, setelah muncul pelbagai ide, bagaimana selanjutnya? Langkah terbaik tentu saja segera mencatat. Sebab, ide bersifat unik. Ide tak pernah mau berkompromi dengan momentum atau tempat. Ia dapat muncul dan menghilang begitu saja.

Perumpamaan ide ibarat cahaya. Yang bermula dari cahaya akan menuntun manusia kepada sang Cahaya. Untuk memilikinya, manusia perlu mendekatkan diri dengan sumber cahaya, Allah.

Dialah Cahaya di atas cahaya. Sehingga agar berkelimpahan ide, hendaklah manusia senantiasa menghiasi dirinya dengan sifat-akhlak mulia serta menjauhi semua perbuatan tercela.

Setiap niat dan perbuatan baik yang dilakukan manusia, membuat jiwa, hati, dan pikiran bercahaya. Sedangkan dosa meninggalkan noda. Noda ini semakin lama semakin membesar dan berpotensi menggelapkan jiwa, hati, dan pikiran.

Akibatnya, tidak muncul lagi ide-ide dahsyat pencerah peradaban.

Ide yang ideal memiliki karakteristik khas. Misalnya, mampu menuntun manusia untuk menemukan jatidiri dan kebenaran, menyadari potensi diri, memahami hakikat hidup dan kehidupan, serta mendekatkan manusia kepada Allah.

Selain itu, ide yang ideal bersifat unik, menarik, sederhana (namun kaya makna), aplikatif, solutif, mudah dipahami, memicu munculnya ide-ide lain, bermanfaat bagi umat.

Sedahsyat apapun ide, percuma bila tidak segera dituliskan, disampaikan, dan disebarluaskan. Ibarat mutiara yang teronggok di dasar samudra.

Baca juga: Perpusnas: Minat baca tinggi, hanya kekurangan bahan bacaan

Problematika

Problematika terkait ide dapat digolongkan menjadi tiga macam, yakni: macet ide, berlebihan ide, kosong ide.

Macet ide maksudnya ada ide-ide segar yang bermunculan, lalu di saat sedang berproses untuk merealisasikannya, tiba-tiba saja kehilangan ide.

Penulis yang mengalami macet ide ini biasanya tidak dapat meneruskan tulisannya. Hal ini dapat berakibat buruk. Boleh jadi, kondisi kesehatannya kian lama kian terpuruk.

Solusinya sederhana. Ambillah kudapan sekadarnya. Tenangkan pikiran dengan membaca kitab suci dan berdoa. Putar musik pelipur lara.

Berlebihan ide adalah kondisi dimana ide-ide segar tiba-tiba saja bermunculan, mengalir tanpa henti, bahkan menjadikan dilema. Semuanya baik, benar, dan bermanfaat. Ide yang mana yang perlu diprioritaskan?

Sebenarnya, banjir ide” ini membawa berkah. Bila hal ini terjadi pada Anda, tenangkan diri, segeralah duduk. Ambillah pena dan kertas atau buku.

Segera catat semua ide yang bermunculan. Buku kompilasi ide tersebut dapat menjadi bank/tabungan ide, sewaktu-waktu Anda paceklik/defisit ide.

Kosong ide merupakan keadaan di mana tidak ada ide sedikitpun. Hendak bepergian, tidak ada ide destinasi wisata untuk dikunjungi. Akan menulis, tidak ada ide pemikiran yang akan dituliskan. Merencanakan riset terpadu, tidak ada ide yang mendasari dilakukannya eksperimen.

Semua menjadi absurd tanpa ide. Apa jadinya kehidupan ini tanpa ide? Sudah dapat dipastikan, semua problematika akan menjelma menjadi simalakama. Karena tidak ada lagi ide untuk mengatasinya. Solusinya mudah.

Hindarilah kehidupan duniawi untuk sementara. Duniawi adalah semua hal yang berpotensi menjauhkan diri dari Allah. Sederhananya adalah berkontemplasi. Mendekatkan diri kepada sang Ilahi. Berdoa, berzikir, berderma, berbagi.

Boleh jadi kosong ide adalah teguran dari Allah dikarenakan jiwa-hati-pikiran yang kosong dari mengingat-Nya.

Baca juga: Warga Jakpus kini bisa pinjam dan sumbang buku di Taman Lembang

Tujuan

Manusia senantiasa berlomba dan berupaya untuk melahirkan serta mewujudkan ide-ide terbaik. Semua ini tentu memiliki tujuan.

Tujuan jangka pendek adalah hidup sejahtera. Ide-ide yang muncul diaplikasikan manusia untuk bekerja cerdas-ikhlas memajukan perusahaan tempatnya bekerja. Dengan kinerja yang semakin lama semakin membaik, maka otomatis gaji-tunjangan bertambah. Harta berlimpah. Hidup penuh berkah.

Tujuan jangka menengah adalah membangun bangsa dan mencerahkan peradaban. Contohnya adalah upaya yang dilakukan oleh para ilmuwan.

Dengan ide-ide brilian, mereka saling bersinergi dan berkolaborasi melakukan riset terpadu dan berkesinambungan mencari terobosan dan pembaharuan.

Mereka senantiasa berinovasi dan berkreasi. Lahirlah pelbagai ilmu pengetahuan dan produk teknologi nan revolusioner. Mulai dari sel punca, nanoteknologi, bioinformatika, mobil terbang, komunikasi virtual, pesawat ulang-alik tanpa awak, penjelajahan ruang angkasa, dan sebagainya.

Tujuan jangka panjang adalah semata-mata mencari ridha Allah. Tujuan inilah yang paling hakiki. Meskipun disebutkan terakhir, namun menjadi pondasi dasar. Semua ide betapapun kerdil, bila bertujuan mencari ridha-Nya, akan menjelma raksasa.

Ibarat mencinta hingga terluka dan menebar kasih meskipun perih. Ide-ide sederhana, yang dilakukan secara konsisten, tanpa pernah mengharap imbalan kepada manusia, suatu saat berpotensi mengubah dunia.

Esensi ide begitu fundamental. Di dalam tulisan, ide berperan amat vital. Ia menjadi pondasi yang membangun paragraf menjadi istana hikmah nan megah.

Tanpanya, wacana hampa makna. Teknologi tak berarti. Mahakarya menjadi sunyi, seolah ilusi, tanpa ide. Namun, bersama ide nan brilian, tulisan, teknologi, mahakarya mampu mewarnai kehidupan serta mencerahkan peradaban.

*) dr Dito Anurogo MSc adalah Dokter Rakyat di Kampus Desa Indonesia, dokter literasi digital, penulis puluhan buku berlisensi BNSP, pendidik di FKIK Unismuh Makassar, kandidat PhD di IPCTRM School of Medicine Taipei Medical University Taiwan

Baca juga: Pegiat literasi minta masyarakat perbanyak membaca saat pandemi

Copyright © ANTARA 2021