Diharapkan muncul kesadaran sehingga apa yang dijadikan prioritas pak Menteri (Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono) bisa terwujud, yaitu peningkatan PNBP.
Jakarta (ANTARA) - Plt Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Antam Novambar menyatakan paradigma penekanan terhadap sanksi administratif diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor kelautan dan perikanan.

"Diharapkan muncul kesadaran sehingga apa yang dijadikan prioritas pak Menteri (Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono) bisa terwujud, yaitu peningkatan PNBP," kata Antam Novambar dalam acara konsultasi publik Rancangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Pengenaan Sanksi Administrasi Bidang Kelautan dan Perikanan yang digelar secara virtual di Jakarta, Senin.

KKP menargetkan PNBP dari sektor kelautan dan perikanan pada 2024 mencapai Rp12 triliun. PNBP dari sektor tersebut pada  2020 hanya sekitar Rp600 miliar.

Baca juga: KKP ajak pemda gelar pasar ikan murah selama Ramadhan

Menurut dia, regulasi yang sedang disusun mengacu ke UU Cipta Kerja yang memiliki paradigma berbeda yaitu tidak hanya menjatuhkan sanksi pidana tetapi lebih berharap kepada penerapan denda administratif.

Untuk itu, ia menekankan pentingnya melakukan konsultasi publik serta sosialisasi kepada pelaku usaha bidang perikanan terhadap beragam hal terkait UU Cipta Kerja, agar ada pencerahan dan pemahaman.

Pembicara lainnya, Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Elen Setiadi menyatakan bahwa UU Cipta Kerja mengutamakan ultimum remedium.

Dengan menggunakan konsep tersebut, menurut Elen, sanksi pidana perlu diletakkan sebagai upaya terakhir serta lebih mengutamakan pembinaan masyarakat.

Sementara itu, Irjen KKP Muhammad Yusuf mengemukakan perlunya penciptaan pola pikir yang sama dan tidak egosektoral dan fokus kepada koordinasi.

Baca juga: KKP targetkan PNBP sekor kelautan dan perikanan capai Rp12 triliun

Sebelumnya, Sekretaris Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Suharta menampik anggapan bahwa UU Cipta Kerja memperlemah pengawasan dan penegakan hukum.

Suharta menyampaikan bahwa penerapan denda administratif diyakini akan meningkatkan kepatuhan pelaku usaha, memberikan efek jera serta meningkatkan penerimaan negara.

"Kalau kita melihat pembelajaran penegakan hukum di negara maju, penerapan denda administratif ini justru sangat efektif," terang Suharta.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 5/2021, pengenaan sanksi denda administratif dikenakan terhadap pelaku usaha yang tidak melaksanakan teguran/peringatan tertulis kedua kali atau paksaan pemerintah.

Ada beragam denda administratif berdasarkan PP tersebut, antara lain pelanggaran terhadap pemanfaatan ruang dari perairan yang tidak memiliki perizinan berusaha, pelanggaran terhadap usaha pengolahan ikan yang tidak memenuhi dan menerapkan persyaratan kelayakan pengolahan ikan, sistem jaminan mutu, dan keamanan hasil perikanan.

Kemudian, ada pula denda administratif terkait pelanggaran terhadap pengoperasian kapal penangkap ikan tanpa membawa dokumen perizinan berusaha, kegiatan pembangunan kapal dan importasi kapal perikanan serta memodifikasi kapal perikanan tanpa persetujuan, pelanggaran terhadap kewajiban pendaftaran kapal, hingga pelanggaran importasi komoditas perikanan dan pergaraman yang tidak sesuai persyaratan yang berlaku.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021