Jakarta (ANTARA) - Head of Center of Innovation and Digital Economy Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai lonjakan harga yang gila-gilaan menjadi salah satu faktor utama yang membuat investor melirik mata uang kripto atau cryptocurrency.

"Peningkatan harga yang gila-gilaan di salah satu mata uang kripto selama beberapa minggu terakhir lumayan mendorong orang masuk investasi kripto. Prinsip take the profit. Kedua, investor juga mungkin butuh alternatif baru setelah pasar saham," ujar Nailul saat dihubungi Antara di Jakarta, Rabu.

Nailul menjelaskan, secara definisi sederhananya mata uang kripto adalah sebuah "komoditas lunak" yang bisa digunakan untuk transaksi serta investasi.

Namun demikian, di Indonesia baru bisa digunakan untuk investasi melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Sedangkan untuk transaksi, belum memperoleh izin dari lembaga instansi terkait.

Baca juga: KBI siap sebagai lembaga kliring aset kripto

Investasi kripto sendiri sebenarnya sudah lama ada di tingkat global. Bahkan nilai Bitcoin, salah satu mata uang kripto, mampu melesat dengan pertumbuhan per tahun bisa mencapai 77 persen per tahun.

Jadi, lanjut Nailul, investasi kripto merupakan salah satu alternatif investasi yang paling potensial mendatangkan keuntungan. Pertumbuhan harga uang kripto pun tidak main-main dengan peningkatan mencapai 100 persen lebih hanya dalam hitungan hari.

Salah satu contohnya Dogecoin yang melesat setelah pendiri dan CEO Tesla Elon Musk "mengiklankan" di media sosialnya. Sejak awal tahun ini, harga mata uang kripto berlogo anjing Shiba Inu itu telah naik ribuan persen.

"Dilihat dari demografi investor kita saat ini lebih banyak diisi oleh investor muda milenial yang memang "risk lover". Mereka memang mengincar keuntungan. Nah bitcoin ini menawarkan keuntungan yang besar namun memang risikonya juga besar. Maka kripto menjadi alternatif investasi saat ini yang sangat digemari," kata Nailul.

Terkait dengan wacana pembentukan bursa aset kripto di Tanah Air, Nailul menilai hal tersebut merupakan langkah yang bagus karena akan memudahkan transaksi investasi dan memberikan jaminan keamanan dalam bertransaksi bagi investor.

Baca juga: IMF: Ada potensi dan risiko dalam mata uang digital

"Tentunya harus dibarengi dengan edukasi mata uang kripto terutama tentang risiko dari investasi ini. Adanya bursa kripto akan menjadi motor utama edukasi mata uang kripto ini selain penjual resmi dan Bappebti," ujar Nailul.

Nailul menambahkan, akan ada masa turun animo masyarakat terhadap mata uang kripto ketika harganya sudah mencapai “peak” alias puncaknya, namun setelah itu bisa naik lagi dengan lebih cepat. Terlebih perkembangan teknologi makin kencang dan bermunculan mata uang kripto lainnya.

"Terlebih jika nantinya mata uang kripto ini bisa digunakan sebagai alat tukar, maka semakin menjadi alat investasi yang menggiurkan. Maka Bank Indonesia berencana untuk membuat digital currency sendiri. Bagus supaya kita tidak tertinggal dari negara lain yang mulai membuat digital currency masing-masing," kata Nailul.

Menurut Nailul, mata uang kripto menyasar segmen generasi milenial dan generasi Z dengan kelas pendapatan menengah ke atas. Generasi milenial adalah mereka yang lahir pada tahun 1981-1996, sedangkan generasi Z lahir pada 1997-2012.

Ia pun memberikan sedikit tips bagi masyarakat yang tertarik untuk menjajal investasi di mata uang kripto.

"Kalau saya saranin yaitu lihat market cap dan valuasi dari perusahaan digital pencipta mata uang kriptonya. Mata uang kripto ini kan kasat mata ya bentuknya, jadi tidak bisa diukur oleh kinerja seperti pasar saham biasanya. Kedua, lihat backing value-nya dari mata uang ini. Jadi misalnya kalau Bitcoin pakai energy, kalau DCEP, mata uang kripto China, pakai RMB," ujar Nailul.

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021