Makassar (ANTARA) - Pada era serba digital saat ini, persoalan sumber daya manusia (SDM) menjadi faktor yang patut mendapatkan perhatian, khususnya bagi yang selama ini berkecimpung dalam dunia pendidikan dan pelatihan.

Persaingan agar dapat terserap di dunia industri usai menyelesaikan kuliah ataupun sebagainya, menjadi hal yang tidak bisa terhindarkan bagi para alumni perguruan tinggi.

Celakanya, persaingan saat ini tidak hanya terjadi diantara para alumni atau sesama pencari kerja, namun jauh dari pada itu, manusia harus berhadapan secara langsung dengan mesin-mesin canggih yang memiliki kemampuan khusus.

Keberadaan mesin-mesin canggih yang terus mengalami pengembangan dan pemutakhiran oleh perusahaan-perusahaan raksasa untuk mempermudah kerja manusia, sontak memaksa manusia atau pencari kerja dituntut untuk memiliki lebih banyak spesifikasi spesialisasi dan keahlian.

Artinya, tidak hanya mahir dalam satu kemampuan, namun harus didukung beberapa keahlian sehingga bisa tetap terserap dalam dunia kerja atau jika tidak masuk dalam dunia industri, dengan kemampuan yang dimiliki, maka masih bisa mengambil jalan lain yakni dengan menjadi seorang pengusaha dan kemudian mampu membuka lapangan pekerjaan baru.

Dalam upaya mewujudkan itu, mahasiswa yang akan melewati proses itu saat lulus nanti, tentunya harus mulai mempersiapkan diri.

Mereka dituntut memiliki ketrampilan, kecakapan atau kemampuan dalam berbagai bidang. Selain itu, juga penting memiliki jaringan, kenalan ataupun pengalaman bekerja dalam sebuah perusahaan dan sebagainya.

Dalam upaya menuju ke sana, tentu butuh kerja keras dan perjuangan. Sebab mahasiswa yang sudah memiliki motivasi untuk mencari tantangan dan mengembangkan kemampuan, justru terkadang dihadapkan beragam kendala seperti minimnya bahkan tidak tersedianya dukungan dari kampus berupa fasilitas dan sarana prasarana.

Termasuk pula tidak adanya kebijakan kampus yang bisa memudahkan mahasiswa untuk mendapatkan pendidikan dan pengalaman kerja yang memadai selama berstatus sebagai mahasiswa.

Baca juga: UMI gelar lomba film pendek peringatan Nuzulul Quran

Magang

Tidak dipungkiri memang, sejumlah kampus sudah mulai memberikan kewajiban magang ke berbagai instansi atau perusahaan kepada calon sarjana sebagai salah satu syarat lulus kuliah. Hanya saja kadang waktunya yang terbatas dan membuat kemampuan mahasiswa belum bisa terasah secara maksimal.

Melihat kondisi itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menggaungkan program 'Kampus Merdeka' dan 'Merdeka Belajar'.

Kebijakan ini sebagai lampu hijau bagi setiap perguruan tinggi ataupun mahasiswa melakukan sesuatu yang lebih jauh di luar bidang keilmuannya, sehingga diharapkan menambah pengetahuan dan wawasan untuk menciptakan generasi berdaya saing dan unggul.

Sebab, dalam program ini menyediakan berbagai wadah mengasah ketrampilan seperti pertukaran mahasiswa, magang atau praktik kerja di perusahaan dengan jangka waktu yang lebih lama, kegiatan kewirausahaan, proyek kemanusiaan, penelitian dan riset, membuat proyek independen, KKN tematik, hingga bisa menjadi asisten mengajar di sekolah.

Dengan konsep yang ditawarkan, maka setiap mahasiswa dapat beraktivitas, berinovasi dan berinteraksi secara luas di luar kampus. Sekaligus tentunya merasakan sendiri sehingga menjadi pengalaman berharga saat menghadapi persaingan dunia kerja yang semakin ketat dan dinamis.

Wakil Rektor I Dr Hanafi Ashad MT mengatakan telah memadukan konsep program merdeka belajar dari Mendikbud dan internal kampus yang telah lebih dulu dijalankan di perguruan tinggi itu.

Konsep merdeka belajar ala UMI ada empat yakni pembinaan kewirausahaan, kemampuan ilmu dan teknologi, kemampuan bahasa asing serta menyangkut kepemimpinan.

Untuk proyek magang kepada mahasiswa, pihaknya telah menjalin kerjasama dengan sejumlah perusahaan termasuk BUMN yakni Semen Tonasa dan Pelindo IV Makassar, mahasiswa juga magang bersertifikat di PT Pertamina.

"Empat konsep ini sudah kami jalankan. Setelah adanya program kampus merdeka, merdeka belajar yang berisi delapan kunci, kemudian kami padukan dan sudah diimplementasikan," ujarnya.

Rektor UMI Prof Dr H Basri Modding terus mendorong dan mendukung segala bentuk inovasi yang dihasilkan oleh mahasiswa dan dosen UMI Makassar. Termasuk produk-produk yang berasal dari inovasi mahasiswa dan dosen, pihak kampus menyiapkan wadah sehingga bisa disimpan dan dipasarkan di Galeri Assalam UMI Makassar.

Tidak sampai di situ, pihak kampus selanjutnya tetap mendampingi dalam proses hilirisasi dan komersialisasi ke masyarakat luas.

Apa yang dilakukan para mahasiswa dan dosen adalah manifestasi langsung dari program Kampus Merdeka Merdeka Belajar. Juga sesuai cita-cita untuk terus menghasilkan karya inovatif dan kreatif dari mahasiswa.

Dalam merealisasikan cita-cita kampus merdeka, UMI juga terus mengarahkan mahasiswa menciptakan produk. Bahkan kalau perlu setelah selesai (lulus) dia sudah punya usaha dan sudah punya nama brand.

UMI juga terus memperkuat kerjasama dengan berbagai kampus baik dari dalam dan luar negeri sebagai bagian implementasi kampus merdeka, merdeka belajar.

Baca juga: Sebaran zona merah COVID-19 di Palangka Raya meluas

Pengembangan desa

Selanjutnya UMI memiliki keunggulan dalam pengembangan pedesaan di Indonesia berdasarkan pengalaman membina 35 desa di Kawasan Timur Indonesia sejak tahun 1985. Seluruh desa binaan awalnya adalah desa tertinggal dan satu diantaranya yakni Desa Wiringtasi di Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinrang.

Desa ini telah ditetapkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi menjadi desa prioritas nasional sebagai desa tertinggal.

Pengembangan desa tertinggal dilakukan melalui program desa binaan. Pengembangan Desa Binaan UMI dilakukan secara terintegrasi dengan program zakat pendidikan dan kemitraan dengan pihak terkait.

Sebanyak 2,5 persen dari jumlah penerimaan mahasiswa baru UMI setiap tahun dialokasikan untuk beasiswa mahasiswa binaan bagi mahasiswa baru asal Desa Binaan UMI, salah satunya dari desa Wiringtasi.

Biaya pendidikan mahasiswa asal desa binaan ditanggung penuh oleh UMI hingga menjadi sarjana. Para sarjana asal desa binaan diwajibkan untuk kembali mengabdi ke desa asal masing-masing sebagai Sarjana Pengabdi Desa (SPD).

Selain itu, UMI melalui Fakultas Teknik Industri (FTI) juga rutin melakukan beragam proyek atau program-program kemanusiaan yang merupakan bagian dari Program Merdeka Belajar Kemendikbud.

Seperti diantaranya dengan mengirimkan para relawan yang terdiri dari mahasiswa untuk turun ke pusat-pusat bencana alam seperti banjir bandang di Luwu Utara dan beberapa daerah di Sulsel ataupun gempa bumi di Majene dan Mamuju, Sulawesi Barat

Begitupun dalam upaya membantu penanganan dan pencegahan penularan COVID-19 dengan turun ke berbagai pusat kesehatan dan kantor pemerintah dan swasta melakukan penyemprotan disinfektan.

Hal sama dilakukan sejumlah relawan dari berbagai kampus di Makassar, sebut saja SAR Unhas, SAR dan relawan UNM, hingga relawan dari FKIP Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar.

Baca juga: Tiga dosen UMI lolos sebagai asesor akreditasi jurnal ilmiah nasional

Kelas internasional

Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Sulawesi Selatan kini terus fokus melebarkan sayap, salah satunya dengan membuka kelas internasional untuk tahun akademik (TA) 2021/2022.

Rektor UMI Prof Dr Basri Modding mengatakan kebijakan pembukaan kelas internasional pada TA 2021/2022 berdasarkan kebutuhan dan perkembangan zaman. Ini juga sesuai masukan masyarakat, apalagi ini merupakan prasyarat kampus untuk maju dan terdepan.

Adapun kelas internasional ini berlaku bagi mahasiswa dari luar negeri dan mahasiswa dalam negeri.

Khusus dalam negeri yang bisa mengikuti yaitu hanya mahasiswa UMI yang telah melewati tiga semester masa perkuliahan serta berbagai kriteria yang telah ditentukan, termasuk menghindari putus kuliah (dropout/DO) yang tentu merugikan mahasiswa.

Wakil Rektor I UMI Dr Hanafi Ashad, MT menambahkan bahwa dibukanya kelas internasional tentunya sebagai upaya agar mahasiswa saat lulus bisa bekerja, khususnya di luar negeri karena sudah punya pengalaman dan kemampuan.

Adapun empat program studi (prodi) yang membuka kelas internasional itu, yakni manajemen, akuntansi (Fakultas Ekonomi UMI) ilmu hukum (Fakultas Hukum) dan farmasi (Fakultas Farmasi).

Wakil Rektor V Prof Dr Hatta Fattah mengatakan program kelas internasional ini dirancang secara khusus yaitu dengan kurikulum yang berbasis internasional.

Menurut dia, yang terpenting dalam program itu mahasiswa harus memiliki pengalaman internasional sehingga mahasiswa wajib mengikuti program di luar negeri.

Seleksi untuk kelas internasional, sifatnya khusus, utamanya bahasa Inggris, jadi setelah lolos, mahasiswa akan diwawancara terkait kemampuan berbahasa, ataupun infrastruktur.*

Baca juga: 27 mahasiswa FTI UMI lolos kampus mengajar Kemdikbud

Pewarta: Abdul Kadir
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021