Penanganan banjir Jakarta memerlukan integrasi di hulu, tengah, dan hilir
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta agar penanganan banjir Jakarta bisa dilakukan secara terintegrasi.

"Penanganan banjir Jakarta memerlukan integrasi di hulu, tengah, dan hilir," katanya saat melakukan kunjungan kerja ke Bendungan Ciawi (Cipayung) dan Bendungan Sukamahi yang terletak di hulu Sungai Ciliwung, Rabu.

Seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Rabu, pembangunan kedua bendungan itu merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional Nomor 152, sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 56 Tahun 2018 dan terakhir diubah dengan Perpres Nomor 109 Tahun 2020.

"Menurut saya sudah paten. Selama sudah terpadu, tidak ada masalah," katanya seraya menyarankan agar pengendalian banjir melibatkan universitas untuk melakukan riset lebih lanjut.

Dalam kunjungan tersebut, Luhut didampingi oleh Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Tranportasi Kemenko Marves Ayodhia Kalake, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil, Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dan Bupati Bogor Ade Yasin.
Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (tengah) dalam kunjungan ke Bendungan Ciawi, Rabu (5/5/2021). (ANTARA/HO Kemenko Kemaritiman dan Investasi)

Bendungan Ciawi dan Bendungan Sukamahi merupakan sister dam bendungan kering atau dry dam yang pertama kali dibangun di Indonesia.

Berbeda dengan bendungan pada umumnya, bendungan ini difungsikan sebagai penahan air atau pengendali banjir Jakarta. Dibangun tanpa turbin atau pintu air, bendungan baru akan digenangi air pada musim hujan dan kering selama musim kemarau.

Mengacu pada data rekapitulasi debit banjir periode ulang 50 tahunan, setelah pembangunan selesai kedua bendungan akan mampu mereduksi banjir sebesar 11,9 persen. Secara total, kapasitas tampung air adalah 7,73 juta meter kubik dan luas genangan 44,63 hektare sehingga diharapkan dapat mengurangi banjir hingga 127,22 meter kubik/detik.

Mengingat proyek ini memerlukan dukungan pemerintah untuk mengurangi run off debit air, seluruh pimpinan yang hadir sepakat untuk dilakukan pembuatan sumur resapan, seperti di daerah milik jalan (damija) sepanjang jalan tol supaya air tidak dialirkan secara langsung ke sungai, tetapi dibuat sumur resapan setiap 50 sampai 100 meter.

"Selain untuk menangani banjir, sumur resapan juga bagus untuk cadangan air yang penting untuk masa depan anak cucu kita," imbuh Luhut.

Proyek bendungan ini dikelola oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung-Cisadane dan dibangun oleh PT Brantas Abipraya bersama PT Sacna sejak Desember 2016 dan masih dalam proses pembangunan.

Proyek tersebut diharapkan selesai Juli 2021, lebih cepat dari target semula pada Oktober dan Desember 2021 sehingga pengendalian banjir tahun 2021 diharapkan bisa terlaksana.

Baca juga: Kementerian PUPR optimistis Bendungan Ciawi dan Sukamahi tuntas 2021
Baca juga: Penanganan banjir di DKI harus terintegrasi


 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021