Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nasrullah mengatakan pemenuhan kebutuhan ayam ras pedaging dan petelur secara berkelanjutan dengan melakukan pemasukan Grand Parent Stock (GPS) ayam ras dalam bentuk DOC (Day Old Chick) setiap tahunnya sudah sesuai dengan kalkulasi kebutuhan.

Nasrullah dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, kebutuhan impor GPS ayam ras sudah mengacu pada basis kalkulasi teknis rencana produksi nasional (National Stock Replacement (NSR) sebagai amanah Permentan Nomor 32 tahun 2017 pada pasal (2) ayat (2) dan pasal (3) ayat (2) tentang Penyediaan, Perederan dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi.

"Terkait dengan tata cara pemasukan, diatur dalam Permentan No 51 tahun 2011 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Benih dan Bibit Ternak Dari Luar dan ke Dalam Wilayah Republik Indonesia," ujar Nasrullah.

Ia menjelaskan, penentuan jumlah pemasukan Grand Parent Stock (GPS) ayam ras pedaging di setiap pembibit pada tahun 2021 juga sudah berdasarkan keputusan Dirjen PKH tentang standar operasional prosedur (SOP) penilaian dan penetapan jumlah pemasukan GPS ayam ras.

Berdasarkan SOP tersebut dihitung kriteria penilaian yang meliputi delapan aspek dengan bobot yang berbeda. Yaitu, pemilikan dan/atau penguasaan RPHU dan rantai dingin, kewajiban pemotongan di RPHU, performa farm GPS/PS ayam ras, kepatuhan terhadap regulasi dan kebijakan pemerintah, ekspor benih, bibit dan produk ayam.

Kemudian pengolahan produk berbahan baku ayam, kemitraan, kepatuhan terhadap kebijakan pemerintah dan serta yang terakhir, adanya proposal rencana pemasukan GPS ayam ras.

Nasrullah menegaskan, sebelum ditetapkan angka jumlah alokasi masing-masing perusahaan, untuk menentukan jumlah alokasi Grand Parent Stock (GPS) ayam ras pedaging juga disampaikan melalui sosialisasi kepada para pelaku usaha pembibit ayam ras dan kepada asosiasi perunggasan (GPPU).

"Dengan tetap mengacu pada kriteria sesuai SOP dan Permentan yang ada," kata Nasrullah.

Di sisi lain, Nasrullah menyatakan stok perunggasan nasional masih aman berkat beberapa upaya stabilisasi perunggasan nasional yang dilakukan Ditjen PKH Kementan.

Dengan mengatur dan mengendalikan laju produksi DOC FS melalui cutting HE fertil, kata Nasrullah, telah terbukti efektif berdampak terhadap perbaikan harga livebird di tingkat peternak.

"Dampaknya dari cutting HE fertil, ketersediaan DOC FS mengalami penurunan dan harga mengalami kenaikan akibat permintaan DOC yang tinggi untuk kebutuhan lebaran Idul Fitri," katanya.

Selain itu, dilakukan juga perlindungan kepada peternak UMKM (rakyat) dengan mengharuskan perusahaan pembibit untuk memprioritaskan distribusi DOC FS untuk eksternal farm sesuai harga acuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag).

Ia menjelaskan, pemerintah juga terus melakukan pengawasan terhadap dinamika perunggasan nasional seperti mengawasi atau supervisi pelaksanaan cutting HE dan afkir dini PS untuk memastikan pelaksanaannya sesuai dengan SOP.

Pengawasan pelaksanaan cutting HE dan afkir PS dilakukan secara cross monitoring atau antar kompetitor perusahaan pembibit. Kemudian pengawasan juga dilakukan oleh Tim Ditjen PKH, UPT lingkup Ditjen PKH yang tersebar di seluruh daerah serta melibatkan Dinas Provinsi/Kabupaten terkait.

"Pelaksanaan cutting HE dilakukan penarikan telur HE umur 19 hari dari mesin hatcher, HE fertil diketahui setelah candling. Jika ditemukan telur infertil maka tidak diperhitungkan sebagai realisasi cutting HE. Sedangkan pelaksanaan afkir dini PS dilakukan dengan mengeluarkan jantan terlebih dahulu baru diikuti betina," paparnya.



Baca juga: PT PPI terus jalankan penyerapan ayam hidup dari peternak mandiri

Baca juga: Pakar minta ada evaluasi regulasi mengenai prediksi bibit ayam petelur

Baca juga: Ketua DPD RI ingatkan pemerintah antisipasi banjirnya ayam Brazil


 

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021