Instrumen penting dari pemulihan ekonomi adalah meningkatnya konsumi masyarakat.
Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah meminta pemerintah agar selektif dan kalkulatif dalam menjalankan kebijakan fiskal, termasuk insentif perpajakan.

Menurut Said, dengan amunisi terbatas, kebijakan fiskal harus benar-benar memiliki dampak bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

"Saya kira rencana insentif pajak terhadap ritel dan pariwisata untuk menggaet wisman belum tepat. Industri ritel bahkan sebelum pandemi telah mengalami kontraksi karena pergeseran perilaku masyarakat yang memilih memanfaatkan e-commerce," ujar Said melalui keterangan di Jakarta, Senin malam.

Baca juga: Ketua Banggar DPR minta desain asumsi makro 2022 efektif dan terukur

Demikian pula sektor pariwisata, sepanjang pandemi masih berlangsung, wisatawan mancanegara (wisman) lebih memilih menunda bepergian sehingga berbagai iming-iming diskon tidak akan mengundang minat wisatawan.

Hal itu tampak dalam laporan BPS Triwulan I 2021, jumlah wisman ke Indonesia turun 16,33 persen. Oleh karena itu, untuk menjaga kelangsungan pertumbuhan ekonomi pada triwulan berikutnya, pemerintah fokus memberi insentif terhadap sektor-sektor yang secara kalkulatif mendongkrak pertumbuhan sekaligus menyerap lapangan kerja.

Sektor-sektor tersebut, misalnya, sektor pertanian, perikanan, migas, serta industri makanan dan minumanlah yang seharusnya mendapatkan berbagai dukungan kebijakan fiskal berkelanjutan.

"Selain menopang tenaga kerja besar, sektor-sektor tersebut terbukti mampu tumbuh dengan tertatih dan berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi," kata Said.

Baca juga: Ketua Banggar DPR RI bantah bagi-bagi uang di Sumenep

Untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi, Said juga mendorong pemerintah memperluas basis ekspor, termasuk negara tujuan ekspor, agar tidak terkonsentrasi di kawasan Asia Timur dan Tenggara.

Oleh karena itu, momentum pertumbuhan Amerika Serikat dan sebagian negara di Eropa harusnya menjadi alternatif kawasan tujuan ekspor, termasuk Timur Tengah.

Selama 2 dekade terakhir, lanjut Said, kualitas komoditas ekspor Indonesia masih belum mengalami perbaikan.

"Pada Triwulan I 2021 pertumbuhan ekspor dan jasa mencapai 6,74 persen, sedangkan kontribusi ekspor terhadap PDB hanya mencapai 19,18 persen," ujar Said.

Ia juga meminta pemerintah perlu mengevaluasi efektivitas intervensi berbagai program perlindungan sosial untuk menjaga daya beli rumah tangga miskin.

Baca juga: Ketua Banggar minta pemerintah kaji kembali larangan mudik

Masih terkontraksinya tingkat konsumsi rumah tangga harus dipetakan lebih dengan berbagai instrumen guna mendorong tumbuhnya tingkat konsumsi rumah tangga, selain kebutuhan dasarnya.

Apalagi, ekonomi Indonesia masih sangat tergantung pada konsumsi. Padahal, instrumen penting dari pemulihan ekonomi adalah meningkatnya konsumi masyarakat.

"Oleh karena itu, kebijakan fiskal hendaknya tetap difokuskan untuk membantu rumah tangga berpenghasilan rendah daripada insentif ke dunia usaha," kata Said.

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021