Jakarta (ANTARA) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menerbitkan buku panduan pelaksanaan Shalat Idul Fitri di masa pandemi COVID-19, terutama bagi mereka yang menyelenggarakannya di rumah dengan anggota keluarga inti.

Kementerian Agama sebelumnya telah menerbitkan surat panduan yang salah satu poinnya mengatur pelaksanaan Shalat Idul Fitri. Shalat Idul Fitri boleh dilakukan di lapangan/masjid dengan pembatasan jamaah sebanyak 50 persen, itu pun hanya berlaku di zona hijau dan kuning COVID-19.

Sementara wilayah yang masuk zona merah dan oranye diimbau agar melaksanakan Shalat Idul Fitri di rumah masing-masing guna memutus rantai penularan COVID-19.

Baca juga: Pemuda Muhammadiyah: Tegakkan protokol kesehatan shalat Idul Fitri

Dalam buku panduan MUI dijelaskan bahwa Shalat Idul Fitri hukumnya sunnah muakkadah yang menjadi salah satu syiar keagamaan (syi’ar min sya’air al-Islam).

Shalat Idul Fitri disunahkan bagi setiap Muslim, baik laki laki maupun perempuan, merdeka maupun hamba sahaya, dewasa maupun anak-anak, sedang di kediaman maupun sedang bepergian (musafir), secara berjamaah maupun secara sendiri (munfarid).

Shalat Idul Fitri disunahkan untuk dilaksanakan secara berjamaah di tanah lapang, masjid, mushalla dan tempat lainnya. Adapun ketentuan Shalat Idul Fitri di rumah dapat dilakukan secara berjamaah dan dapat dilakukan secara sendiri (munfarid) sebagai berikut,

Jika Shalat Idul Fitri dilaksanakan secara berjamaah, jumlah jamaah yang shalat minimal empat orang dengan rincian satu orang imam dan tiga orang makmum.

Jika jumlah jamaah kurang dari empat orang atau jika dalam pelaksanaan shalat jamaah di rumah tidak ada yang berkemampuan untuk khutbah, Shalat Idul Fitri boleh dilakukan berjamaah tanpa khutbah.

Adapun ketentuan shalat Idul Fitri berjamaah di rumah, dimulai dengan bilal yang mengumandangkan lafal “ash-shalata jami’ah”.

Imam berdiri untuk takbiratul ihram diikuti oleh para makmum seraya mengangkat tangan dan membaca niat
أُصَلِّي سُنَّةً لعِيْدِ اْلفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ (مَأْمُوْمًاإِمَامًا) لِلهِ تَعَــــالَى
Arab Latin: "Ushallii sunnatan lii'idil fitri rak'ataini (imaaman/makmuuman) lillahi ta'aala". Artinya, “Aku berniat shalat sunah Idul Fitri dua rakaat (menjadi makmum/imam) karena Allah ta’ala.”

Membaca doa iftitah (sunah). Kemudian, dilanjutkan melakukan takbir sebanyak 7x (selain takbiratul ihram) dan membaca lafal berikut pada setiap setelah membaca takbir,
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ
Arab latin: "Subhanallah wal hamdulillah walaa ilaaha illallah wallahu akbar". Artinya, “Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar.”

Mendengarkan imam membaca surah Al-Fatihah dan membaca setelahnya. Kemudian mendengarkan imam membaca surah pendek dilanjutkan dengan ruku, sujud, duduk di antara dua sujud, duduk istirahat kemudian berdiri untuk rakaat kedua.

Setelah berdiri kemudian kembali melakukan takbir sebanyak 5x (selain takbir qiyam (berdiri)) dan membaca lafal berikut pada setiap setelah membaca takbir,
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ
Arab latin: "Subhanallah wal hamdulillah walaa ilaaha illallah wallahu akbar." Artinya, “Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar.”

Imam membaca surah Al-Fatihah dan surah pendek. Setelah itu ruku sampai tasyahud akhir dan salam.

Baca juga: 11.281 personel gabungan amankan Shalat Id

Baca juga: Presiden dan Ibu Negara akan Shalat Id di Istana Bogor


Setelah selesai, disunahkan untuk mengadakan khutbah mengingatkan tentang ketaqwaan kepada Allah SWT maupun hikmah-hikmah hari Idul Fitri.

Adapun tata laksana shalat Id munfarid atau sendiri sama saja, hanya yang membedakannya dari pembacaan niat Shalat Idul Fitri saja.
أُصَلِّي سُنَّةً لعِيْدِ اْلفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ مُنْفرِدا لِلهِ تَعَــــالَى
Arab Latin: "Ushallii sunnatan lii'idil fitri rak'ataini munfaridan lillahi taa'ala". Artinya, "Saya berniat shalat sunah Idul Fitri dua rakaat sendirian karena Allah Ta'ala."

Selain itu, bacaannya dipelankan (siir) dan tidak ada kesunahan untuk pembacaan khutbah.
 

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021