perpustakaan hadir sebagai pusat transfer ilmu pengetahuan
Jakarta (ANTARA) - Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando mengatakan kompetensi pustakawan harus disesuaikan dengan paradigma baru perpustakaan.

“Paradigma perpustakaan harus berubah. Pada masa kini, perpustakaan tidak hanya sekadar manajemen koleksi dan manajemen pengetahuan, melainkan perpustakaan hadir sebagai pusat transfer ilmu pengetahuan. Begitu juga dengan kompetensi pustakawan yang harus disesuaikan dengan perubahan paradigma tersebut,” ujar Syarif Bando di Jakarta, Kamis.

Hal itu bisa dilakukan melalui penyesuaian pada tatanan administrasi dalam uji kompetensi pustakawan oleh tim sertifikasi pustakawan.

Baca juga: Penerbit : UU SSKCKR permudah pencarian sumber belajar

“Saat dunia mengatakan pustakawan menjadi profesi yang akan menghilang, itu betul kalau masalah profesi pustakawan paramaternya adalah manajemen koleksi, itu sudah lama mati. Tapi yang tidak akan pernah mati adalah transfer pengetahuan," kata dia.

Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pustakawan diminta untuk melakukan uji coba hal tersebut di daerah yang dipilih. Melalui pengambilan sampel di beberapa daerah untuk menjadi laboratorium uji petik perpustakaan. Diharapkan nantinya akan terlihat peningkatan kompetensi pustakawan yang mampu menjawab problematika sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.

“Tunjuk satu perpustakaan sebagai laboratoriumnya, kemudian dari hasil uji kompetensi itu bisa dibuktikan di sana mampu atau tidak, dia mengimplementasikan ilmunya di sana,” tambah dia.

Baca juga: Perpusnas-KemenPPPA sinergi selenggarakan vaksinasi dan sumbang buku

Ketua LSP Pustakawan Endang Ernawati mengatakan sampai dengan 2020 sebanyak 1.711 pustakawan yang telah mengikuti sertifikasi, namun yang dinyatakan kompeten jumlahnya sebanyak 1.213 pustakawan.

Dari jumlah tersebut menunjukkan pustakawan yang telah tersertifikasi baru 10,15 persen dari jumlah pustakawan di Indonesia sebanyak 11.948 orang. Endang menyebut Indonesia masih membutuhkan lebih banyak pustakawan yang kompeten agar pengelolaan perpustakaan lebih optimal.

Sertifikasi pustakawan melalui serangkaian proses kompetensi kerja yakni sikap, pengetahuan dan keahlian.

Baca juga: Perpusnas jalin kerja sama dengan perpustakaan Korea Selatan

“Bagi yang belum dinyatakan kompeten masih diberi kesempatan untuk bisa mengikuti kompetensi uji kompetensi sampai dua kali. Jumlah yang masih rendah ini menjadi tantangan kita. Tahun ini kami menargetkan 430 pustakawan tersertifikasi," jelas Endang.

Selain itu, masih banyaknya pustakawan yang tidak sadar terhadap perubahan lingkungan dan masih berpikir pragmatis.

“Dengan sertifikasi ini agar lebih meyakinkan kepada pemustaka dan perpustakaan di mana dia bekerja, bahwa dirinya kompeten dalam bekerja,” tambah dia.

Baca juga: Gol A Gong dikukuhkan menjadi Duta Baca Indonesia

Sementara itu, Ketua Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Kunjung Masehat, mengatakan sertifikat kompetensi merupakan produk hukum yang menjadi legitimasi terhadap capaian kemampuan seseorang dalam melakukan pekerjaan tertentu, termasuk profesi pustakawan.

Kunjung mengajak para pustakawan untuk melakukan sertifikasi karena sertifikasi penting sebagai pengakuan di tingkat internasional maupun untuk penyetaraan pengakuan di regional.

"Pustakawan tidak hanya sekadar menata koleksi tetapi bagaimana pustakawan juga menjadi pelaku transfer pengetahuan kepada masyarakat dalam pengembangan SDM di masa mendatang,” imbuh Kunjung.

Baca juga: Perpusnas: Minat baca tinggi, hanya kekurangan bahan bacaan

Pewarta: Indriani
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021