Presiden dan DPR RI seharusnya menjalankan mandat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000.
Jakarta (ANTARA) - Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute Arfianto Purbolaksono mengatakan saat ini butuh keberanian dan komitmen dari Presiden dan DPR RI untuk menuntaskan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu melalui jalur pengadilan.

"Presiden dan DPR seharusnya menjalankan mandat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 untuk membentuk pengadilan HAM ad hoc guna menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu, termasuk kerusuhan Mei 1998," kata Arfianto atau Anto di Jakarta, Jumat.

Ia menilai penyelesaian dugaan pelanggaran HAM, khususnya kasus kerusuhan Mei 1998, masih berjalan di tempat, padahal rezim telah berganti lima kali setelah presiden ke-2 RI H.M. Soeharto.

Anto juga menyayangkan hal yang sama terjadi untuk kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat lainnya yang terjadi pada masa lalu, seperti tragedi 1965, penembakan misterius era 1980, peristiwa Talangsari, penghilangan orang secara paksa menjelang reformasi, peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II.

Baca juga: Komnas HAM prioritaskan kasus dugaan pelanggaran HAM pegawai KPK

Padahal, menurut dia, telah ada payung hukum yang menyatakan penyelesaian kasus HAM berat dapat melalui jalur pengadilan ad hoc, seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

"Alasannya pun tiap tahun masih sama, yaitu berkas penyidikan yang dilakukan oleh Komisi Nasional (Komnas) HAM dianggap tidak memenuhi syarat penyidikan oleh Kejaksaan Agung," ujarnya.

Bahkan, menurut Anto, dibentuknya tim khusus penuntasan dugaan pelanggaran HAM berat atau Timsus HAM di Kejaksaan Agung juga belum membawa perubahan signifikan bagi penyelesaian kasus pelanggaran HAM.

Menurut Anto, ada beberapa hal yang perlu segera dilakukan oleh Presiden dan DPR, seperti mengevaluasi kinerja Kejaksaan Agung yang belum bekerja secara signifikan untuk menyelesaikan syarat formil maupun materiel dalam kasus pelanggaran HAM melalui jalur pengadilan.

Selain itu, lanjut dia, membuka ruang bagi kelompok masyarakat sipil dalam rangka memberikan masukan dalam kasus pelanggaran HAM masa lalu.

Baca juga: Komnas HAM segera tindaklanjuti kasus penganiayaan jurnalis Tempo

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021