TWK hanyalah justifikasi untuk target tertentu.
Jakarta (ANTARA) - Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) akan menyurati Presiden Joko Widodo agar turun tangan untuk menghentikan pelemahan KPK, khususnya terkait dengan 75 orang pegawai KPK yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK).

"Kami akan mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk meminta menghentikan upaya pelemahan KPK ini, terutama peminggiran 75 pegawai KPK," kata Ketua Umum PGI Gomar Gultom saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.

Jajaran PGI pada Jumat siang menerima sembilan orang perwakilan pegawai KPK bersama tim hukum mereka. Pertemuan berlangsung sekitar 90 menit.

"Kemungkinan pada hari Senin (31/5), kami akan tulis surat itu karena kami sangat prihatin dengan upaya-upaya pelemahan KPK, terutama yang memuncak dengan pelabelan intoleran dan radikalisme atas 75 pegawai KPK melalui mekanisme TWK," kata Gomar.

Menurut Gomar, dengan disingkirkannya para pegawai yang selama ini memiliki kinerja baik serta memiliki integritas kuat dengan alasan tidak lulus TWK akan menjadikan para penyidik berpikir ulang untuk melaksanakan tugasnya dengan profesional seturut dengan kode etik KPK pada masa depan.

"Karena mereka khawatir akan 'di-TWK-kan dengan label radikal dan kami makin khawatir karena mereka yang dipinggirkan ini banyak yang sedang menangani kasus-kasus korupsi yang sangat signifikan," ungkap Gomar.

Baca juga: Hamdi Muluk: Tes wawasan kebangsaan KPK bisa dibuktikan secara ilmiah

Penyidik KPK Novel Baswedan yang juga hadir dalam pertemuan tersebut mengatakan bahwa pihaknya tidak dapat bekerja secara profesional bila tiba-tiba dilabeli radikal dan menjadi musuh negara.

"TWK bukanlah tools untuk melihat seseorang lulus atau tidak menjadi ASN dalam alih status ini. Ada upaya yang sudah ditarget, ada fakta dan bukti untuk ini sehingga TWK hanyalah justifikasi untuk target tertentu," kata Novel.

Pegawai KPK lain yang juga dinyatakan tidak lulus TWK Hotman Tambunan menyatakan keheranannya ketika taat beragama diidentikan dengan cap "taliban".

"Kami harus taat beragama karena agamalah yang mengajar kami untuk berbuat seturut etika. Di KPK itu godaannya banyak sekali, dan ancaman selalu datang. Nilai-nilai agamalah yang membuat kami tetap bertahan,” kata Hotman yang merupakan anggota jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Kayu Putih.

Salah satu kepala satuan tugas (kasatgas) penyidik Andre Dedy Nainggolan mengungkapkan keprihatinannya karena masyarakat mudah termakan hoaks soal keberadaan "taliban" di KPK.

"Tidak ada (taliban) itu dan celakanya warga gereja pun mudah termakan oleh isu ini," kata Andrea yang menyebut dirinya warga jemaat GKI Kebayoran Baru.

Baca juga: Pakar: TWK bagian upaya pemberantasan korupsi lebih sistematis

Sementara itu, Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum KPK Rasamala Aritonang mengatakakan bahwa pelemahan KPK ini juga merupakan ulah para koruptor.

"Kami berhadapan dengan koruptor dan yang bisa korupsi hanyalah mereka yang punya akses kepada kekuasaan. KPK ini hanyalah alat, pisau untuk memotong bagian badan yang koruptif dan reaksi dari para koruptor ini adalah membuang pisau ini, itu yang sedang kami alami," kata Rasamala yang juga warga jemaat HKBP Pasar Rebo.

Anggota tim hukum para pegawai KPK Saor Siagian pun menyebutkan tiga dari lima anggota KPK periode 2015—2019 adalah nonmuslim.

"Tiga dari anggota KPK periode baru lalu Kristen dan Sekjen KPK juga beragama Kristen. Saut Situmorang berkali-kali berkata, tidak ada talibanisme di KPK," kata Saor.

Sekretaris Umum PGI Jacky Manuputty pun mengungkapkan kegelisahannya melihat fabrikasi hoaks di media sosial yang mudah mengubah persepsi masyarakat terhadap keadaan dan lembaga tertentu.

Seperti diketahui pengumuman hasil TWK pada tanggal 5 Mei 2021 menyatakan dari 1.351 pegawai KPK yang mengikuti TWK hanya ada 1.274 orang yang memenuhi syarat, sedangkan 75 orang tidak memenuhi syarat (TMS) sehingga tidak dapat diangkat diangkat sebagai ASN.

Dari ke-75 orang yang dinyatakan tidak lulus tersebut sekitar 20 orang adalah penyidik dan sembilan orang di antaranya merupakan kepala satuan tugas (kasatgas) penyidik.

Baca juga: MAKI ajukan uji materi ke MK terkait 75 pegawai KPK tidak lulus TWK

Selanjutnya, pada tanggal 25 Mei 2021, setelah KPK melakukan rapat koordinasi bersama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Lembaga Administrasi Negara (LAN), serta asesor dalam TWK, diputuskan 24 dari 75 pegawai masih dimungkinkan untuk dibina sebelum diangkat menjadi ASN.

Namun 51 pegawai berdasarkan penilaian asesor tidak dapat lagi dibina dan akan diberhentikan. Mereka masih akan berada di KPK hingga November 2021 meski saat ini statusnya sudah nonaktif.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021