Bekasi (ANTARA News) - Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Sahuruddin Daming, menilai perlu ada tim gabungan pencari fakta terkait meninggalnya Joni Malela (45), seorang tunanetra dalam open house di Istana Negara, Jumat.

"Kita lihat dulu kasusnya serta hasil penyidikan. Bila ada ketimpangan tentunya perlu alternatif lain," kata Saharuddin yang juga merupakan tokoh tunanetra itu ketika dihubungi, Jumat.

Ia meminta aparat kepolisian melakukan penyelidikan secara profesional terkait dengan adanya kelemahan prosedur pengaturan ataupun pengamanan terhadap warga yang akan bersilaturah.

"Kalau hasilnya tak memuaskan publik baru kita dorong tim gabungan," ujar Saharuddin yang tengah berlebaran Idul Fitri 141 H di Makassar itu.

Terkait dengan pengungkapan kematian secara medis, ia menyatakan Komnas HAM sangat mendorong kedokteran transparan dalam memberikan informasi.

"Dalam kode etik kedokteran ada pembatasan apa yang harus mereka infokan secara transparan yang diatur dalam UU Kesehatan dan Praktek kedokteran, tapi itu berlaku untuk hal yang sangat pribadi, sementara bila menyangkut sebab kematian luka dan seterusnya perlu penjelasan medis terbuka," ujarnya.

Mantan advokat itu menegaskan warga tidak perlu diberitahu bahasa medis yang terlalu teknis tapi yang ditunggu adalah bahasa secara umum menyangkut wacana publik.

"Saya berharap tenaga medis bersikap transparan, tidak menutupi hasil penyidikan seperti adanya faktor kelalaian dan kesengajaan yang bermuara pada tindakan hukum," ujarnya.

Saharuddin meminta agar pemerintah mengkaji ulang open house di istana dengan cara bagi-bagi uang hingga menjadi magnet bagi tunanetra lain.

Ia menyatakan, organisasi tunanetra tengah mengubah paradigma penanganan tunanetra dari semula charity base menjadi human right base hingga cara-cara bagi-bagi uang pada open house akan memunculkan penggemis berkedok silaturahmi.

Dalam pandangannya perlu ada suatu model yang lebih menjamin bantuan terhadap tunanetra, misalnya antara martabat dengan murni silaturahmi dengan tetap mengutamakan keamanan.

"Saya berpendapat memberikan uang saat silaturahmi tidak perlu lagi dilakukan. Kalaupun mau membantu penyandang cacat sebaiknya dalam bentuk lain yang lebih terhormat," ujarnya.
(T.R007/P003)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010