Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito mengemukakan peningkatan kasus COVID-19 hingga pekan ketiga usai Idul Fitri 2021 relatif lebih rendah dari periode yang sama pada 2020.

"Jika disandingkan periode yang sama pada tahun 2020, kenaikan pada tahun ini angkanya lebih rendah," katanya dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis.

Wiku melaporkan kenaikan kasus hingga pekan ketiga usai libur Idul Fitri 2021 mencapai 53,4 persen dibandingkan periode yang sama pada 2020 sebesar 80,5 persen.

Baca juga: Kasus COVID di Kudus naik, Ganjar: Tingkatkan "testing" dan "tracing"

Jika dilihat perbandingan pada pekan ketiga usai Idul Fitri 2020 dan 2021, kata Wiku, perbedaan angkanya terlihat semakin signifikan. Meski demikian, potensi lonjakan diperkirakan masih terus berlangsung hingga awal Juni 2021.

Wiku mengimbau pemerintah daerah untuk segera mengantisipasi sebelum keadaan menjadi kritis dan tidak terkendali.

"Jangan sampai terlambat hingga situasinya menjadi kritis dan tidak terkendali. Mohon kepada seluruh bupati dan wali kota untuk segera memperbaiki penanganan COVID-19 di daerah masing-masing," ujarnya.

Wiku menambahkan saat ini ada dua provinsi penyumbang kasus terbesar yang masih bertahan dalam lima besar kenaikan kasus tertinggi, yakni DKI Jakarta dan Jawa Tengah.

Secara perbandingan, di tahun 2020 kenaikan tertinggi berada di Jawa Timur, yakni 535 persen, diikuti Sulawesi Selatan  293 persen, Kalimantan Selatan 113,8 persen, Jawa Tengah 44,2 persen dan DKI Jakarta 38,4 persen.

"Masing-masing provinsi itu juga memiliki kabupaten/kota yang paling berkontribusi dari tingginya kasus," katanya.

Sementara di tahun 2021, kata Wiku, Jawa Tengah dan DKI Jakarta juga masih masuk lima besar provinsi dengan kenaikan tertinggi.

Kenaikan kasus tertinggi berada di Jawa Tengah, yakni 120 persen, diikuti Kepulauan Riau 82 persen, Sumatera Barat 73 persen, DKI Jakarta 63 persen, dan Jawa Barat 23 persen.

Namun, Wiku memastikan kenaikan kasus pada tingkat provinsi tahun ini tidak sebesar tahun sebelumnya. Pada tahun lalu kenaikan kasus di tingkat provinsi bisa mencapai 500 persen, sementara kenaikan tahun ini sekitar 120 persen.

Baca juga: Sri Mulyani perkirakan anggaran vaksin COVID bakal naik

Baca juga: Kasus corona naik, Pemkab Kudus tunda beri izin pesta nikah


"Namun, kita tidak bisa hanya melihat keadaan di tingkat provinsi saja. Perlu melihat lebih jauh di tingkat kabupaten dan kota. Perlu diwaspadai kenaikan di beberapa kabupaten/kota terjadi secara signifikan. Kenaikannya dapat berkontribusi signifikan masing-masing provinsi," kata Wiku.

Secara rincian, masing-masing provinsi dalam lima besar tahun ini memiliki kabupaten/kota yang menyumbangkan kasus tertinggi. Di Jawa Tengah ada di Kudus naik 7.594 persen, Jepara naik 685 persen, Sragen naik 338 persen, Kota Semarang naik 193 persen, dan Semarang naik 94 persen.

Provinsi Kepulauan Riau kontribusi berasal dari Kota Batam naik 257 persen, Karimun naik 116 persen, Natuna naik 100 persen, Bintan naik 81 persen, dan Tanjung Pinang naik 13 persen.

Di Provinsi Sumatera Barat berasal dari Pasaman Barat naik 157 persen, Agam naik 151 persen, Solok 128 persen, Dharmasraya 125 persen, dan Kota Padang naik 75 persen.

Provinsi DKI Jakarta kontribusi dari Jakarta Selatan naik 92 persen, Jakarta Timur 67 persen, Jakarta Pusat 57 persen, Jakarta Utara 43 persen, dan Jakarta Barat naik 42 persen.

Baca juga: Kasus COVID naik, Pemkab Tabanan tutup objek wisata dan ruang publik

Provinsi Jawa Barat kontribusi dari Ciamis naik 700 persen, Bandung 261 persen, Cianjur 188 persen, Karawang 152 persen, dan Cirebon naik 115 persen.

"Pemerintah daerah perlu menyadari bahwa 25 kabupaten/kota tersebut merupakan penyumbang tertinggi dari kenaikan kasus COVID-19 selama tiga pekan terakhir secara nasional. Data kasus tingkat kabupaten/kota ini menunjukkan kondisi secara detail dan antisipasi harus dilakukan sebelum keadaan menjadi terlambat," kata Wiku.

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021