Padang (ANTARA) - Pakar gempa Universitas Andalas (Unand), Dr Badrul Mustafa mengungkap ada empat syarat yang harus dipenuhi saat suatu gempa bisa menimbulkan dampak tsunami setelah kejadian.

"Empat kondisi ini harus terjadi sekaligus, kalau satu saja yang ada, dipastikan tidak akan terjadi tsunami dan yang pertama adalah pusat gempa harus berada di dasar laut," kata Badrul Mustafa dalam pemaparan di Media Center Dinas Kominfo Padang di Padang, Rabu.

Baca juga: BMKG : Waspadai potensi tsunami dampak gempa magnitudo 6,1

Baca juga: BMKG ingatkan potensi tsunami akibat longsor bawah laut di Pulau Seram


Menurut dia, jika gempa tersebut pusatnya di darat, maka dipastikan tidak akan terjadi tsunami setelah guncangan usai. Selanjutnya, kekuatan yang menimbulkan gempa minimal tujuh ke atas atau gempa besar dan di bawah itu peluangnya kecil.

"Pada umumnya gempa yang diikuti tsunami terjadi tujuh ke atas dan kedalaman pusat gempa di bawah 30 kilometer dari permukaan atau sangat dangkal," paparnya.

Ia menjelaskan ada tiga penggolongan kedalaman gempa, yaitu gempa dangkal terjadi pada kedalaman sampai 60 kilometer, 60 sampai 300 kilometer gempa sedang dan lebih dari 300 kilometer adalah gempa dalam.

Semakin dangkal pusat gempa, intensitas dan dampak akan lebih besar. "Syarat terakhir terjadi tsunami usai gempa adalah terjadinya megathrurst," ujarnya.

Ia menjelaskan pada segmen Sipora-Pagai pada 12 September 2007 terjadi gempa dengan kekuatan 8,4 magnitudo dan 13 September 2007 dengan magnitudo 7,9 dan pada hari yang sama kembali terjadi dengan skala 7,2.

Baca juga: Gempa magniduto 5,4 di barat Ternate tidak berpotensi tsunami

Tiga gempa tersebut, semuanya berskala besar dan dangkal, namun tidak diikuti tsunami karena tidak terjadi di megathrust.

Badrul menjelaskan megathrust adalah sesar naik yang saat terjadi tumbukan lempeng terjadi dislokasi bebatuan secara vertikal, sehingga air laut akan terguncang.

Pewarta: Ikhwan Wahyudi
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021