Eskalasi kekerasan seksual terus meningkat dan bentuk-bentuk kekerasan makin kompleks.
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah makin memantapkan sikapnya mendukung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mempercepat pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) menjadi undang-undang.

Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko saat membuka kickoff meeting Tim Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Pembentukan UU PKS di Gedung Bina Graha Jakarta, Senin, mengatakan bahwa RUU PKS mendesak untuk segera menjadi UU.

"Eskalasi kekerasan seksual terus meningkat dan bentuk-bentuk kekerasan makin kompleks. Undang-undang ini sangat mendesak untuk segera diundangkan," kata Moeldoko.

Berdasarkan pengalaman korban, khususnya perempuan, kata Moeldoko yang juga salah satu Tim Pengarah Gugus Tugas Percepatan Pembentukan UU PKS, berbagai bentuk kekerasan seksual belum diatur dalam regulasi yang berlaku.

Terlebih lagi, ada kemendesakan untuk juga mengakomodasi hak-hak korban yang selama ini menurut dia masih belum optimal dicakup dalam perundangan yang telah ada.

Baca juga: Eva: Pasal "pro life" RUU KUHP harus berlaku pula bagi perempuan

Oleh karena itu, Moeldoko yang didampingi Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardani menilai UU PKS menjadi harapan dalam memberikan penanganan yang komprehensif dari pencegahan, penanganan kasus, perlindungan, dan pemulihan korban.

Wamenkumham Eddy O.S. Hiariej yang juga merupakan Ketua Tim Gugus Tugas Percepatan Pembentukan UU PKS berharap bisa segera bertemu dengan Panitia Kerja (Panja) DPR RI untuk membahas lebih lanjut substansi RUU PKS.

Melalui pertemuan ini, Eddy tidak ingin RUU PKS tumpang-tindih dengan peraturan perundangan lainnya. Apalagi, pembahasan RUU PKS tidak diserahkan pada satu komisi di DPR saja, tetapi lintas komisi.

"Persoalan substansi ini perlu diselesaikan. Harus diteliti kembali dan duduk bersama kejaksaan dan kepolisian sebagai bagian dari penegakan hukum," tutur Eddy.

Sementara itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI Fadil Zumhana berpendapat bahwa UU PKS akan menjadi peraturan khusus bagi perlindungan wanita, terutama terkait dengan sanksi pidananya agar memberi efek jera bagi pelaku kekerasan seksual.

Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan pada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Ratna Susianawati memandang urgensi UU PKS mengingat animo dan dukungan dari masyarakat.

Ratna pun berharap Kantor Staf Presiden terus berperan dalam mengoordinasikan kementerian/lembaga untuk menyiapkan berbagai perbaikan pada RUU PKS.

Baca juga: Baleg DPR gunakan pendekatan sosiokultural susun RUU PKS

Di samping itu, KPPPA menyatakan siap menjalin komunikasi dengan berbagai pihak demi mendapat berbagai masukan terkait dengan substansi RUU PKS.

Sebagai informasi, Tim Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Pembentukan UU PKS dibentuk berdasarkan Keputusan Kepala Staf Kepresidenan Nomor 6 Tahun 2021.

Adapun rapat kali ini merupakan rapat perdana yang bertujuan mengonsolidasikan masing-masing perwakilan kementerian/lembaga serta membahas alur kerja yang paling efektif dan efisien sehingga RUU PKS dapat segera disahkan.

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021