Itu jadi tantangan kami untuk bisa efektif merehabilitasi mangrove sesuai habitat dan karakteristiknya
Jakarta (ANTARA) - Persoalan konflik lahan menjadi salah satu kendala yang harus dihadapi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam merehabilitasi hutan mangrove yang kritis.

Peneliti Balai Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Virni Budi Arifanti dalam webinar "Edukasi Restorasi Ekosistem Mangrove" diakses dari Jakarta, Kamis, mengatakan sebenarnya hampir sebagian besar pesisir di Indonesia dulu ditumbuhi mangrove, namun karena perkembangan zaman banyak yang ditebang untuk berbagai kebutuhan.

Menurut dia, saat hendak ditanami kembali KLHK menemukan banyak sekali kendala. Isu konflik lahan menjadi salah satunya, lalu ada pula lahan yang tidak bisa ditanami lagi karena ekosistemnya yang sudah berubah sehingga tidak sesuai lagi ditanami mangrove.

Baca juga: Ibu dan generasi muda punya peran strategis kelola mangrove

Jika dulu sejumlah kawasan merupakan hutan mangrove namun sekarang ada masyarakat yang klaim itu merupakan tanah mereka. Sehingga ada yang ingin ditanami mangrove lagi jadi sulit karena masyarakat menolak, lebih memilih tetap menjadi tambak karena dianggap lebih menguntungkan meski itu masih menjadi perdebatan.

"Itu masalah yang kami temui. Itu jadi tantangan kami untuk bisa efektif merehabilitasi mangrove sesuai habitat dan karakteristiknya," ujar Virni.

Baca juga: DPR minta KLHK realokasi anggaran jadi kegiatan rehabilitasi hutan

Sebelumnya Kepala Badan Litbang dan Inovasi KLHK Agus Justianto mengatakan hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem terpenting di kawasan pesisir yang keberadaannya memiliki peran multifungsi baik secara fisik, ekologi, sosial dan ekonomi. Ekosistem tersebut sangat esensial, menyediakan berbagai jasa ekosistem mulai dari supporting, biological provisioning, regulating, hingga cultural services.

Agus mengatakan fungsi dan manfaat hutan mangrove secara fisik dapat melindungi pantai dari gelombang, angin dan badai, sedangkan secara ekologi menjadi penyangga kehidupan bagi berbagai organisme akuatik maupun organisme teresteria. Untuk fungsi sosial-ekonomi mangrove merupakan sumber mata pencaharian masyarakat pesisir, dan juga berkontribusi sebagai pengendalian iklim global melalui penyerapan karbon.

Baca juga: KLHK fokus tingkatkan rehabilitasi mangrove dengan tambahan anggaran

Sebagai penyedia jasa ekosistem, hutan mangrove memberikan manfaat bagi masyarakat karena sebagai provisioning kawasan itu menjadi sumber air bersih, sumber pangan, kayu, kayu bakar, hasil hutan bukan kayu (HHBK), sebagai regulating menjadi kontrol banjir, angin, mencegah intrusi air laut, dan penyimpan karbon.

Untuk cultural services, mangrove menjadi tempat rekreasi, spiritual, estetika. Dan sebagai supporting, mangrove berperan untuk siklus nutrisi, pembentukan tanah, dan pertumbuhan tanaman, sedangkan sebagai biological maka kawasan tersebut menjadi habitat flora dan fauna serta organisme.

Baca juga: Rehabilitasi mangrove, KLHK dapat tambahan anggaran Rp1,52 triliun

Luas hutan mangrove di Indonesia mencapai 3,31 juta hektare (ha), menjadi terluas di dunia atau sekitar 20 persen luas mangrove dunia. Namun, 637.000 ha lahan tersebut kritis, sehingga pemerintah merehabilitasinya seluas 17.000 ha di 2020 lalu dan menargetkan rehabilitasi mangrove 150.000 ha per tahun dapat dilakukan dari 2021 sampai dengan 2024.

Beragam peran penting dan strategis mangrove membuat upaya perlindungan terhadap keberadaan dan fungsi hutan mangrove menjadi prioritas dengan pengelolaan yang tepat dan terpadu, ujar Agus.

Baca juga: Luhut targetkan 150.000 ha lahan mangrove direhabilitasi pada 2021

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021