Tamiang Layang (ANTARA) - Aktivis lingkungan dari Save Our Borneo, Habibi menilai kerusakan sempadan Sungai Bumut di Desa Saing Kecamatan Dusun Tengah, Kabupaten Barito Timur (Bartim), Kalimantan Tengah, mengakibatkan ekosistem alam di sekitarnya juga ikut terganggu.

“Dampaknya, sungai dan hutan yang satu ekosistem dalam satu kawasan, pasti satu diantaranya ikut terganggu,” kata Habibi di Tamiang Layang, Jumat.

Menurutnya, terganggunya ekosistem kawasan tersebut bisa menyebabkan kerusakan alam yang berdampak pada potensi terjadinya banjir, erosi tanah dan pencemaran di Sungai Bumut itu sendiri.

Secara aturan, kata dia, regulasi perkebunan di Kalteng mengacu dengan Peraturan Daerah Provinsi Kalteng Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Usaha Perkebunan Berkelanjutan. Salah satunya dalam Pasal 23 yang mengimplementasikan pengaturan jarak.

Baca juga: Jalan dan pemukiman di Barito Utara terendam banjir

Baca juga: BKSDA Kalteng: Buang sampah di sungai picu buaya sasar permukiman


“Ada ketentuan jarak yang diatur terhadap waduk, sungai dan anak sungai,” kata Habibi.

Menurutnya, aturan ini terkadang banyak dilanggar pelaku usaha perkebunan di Kalteng. Pengusaha terkadang melakukan praktik nakal dengan beraktivitas di kiri kanan sungai, bahkan di sungai sekalipun dan di jalan.

Pemerintah daerah diharapkan mengevaluasi kondisi itu dan memberikan sanksi terhadap perusahaan pelanggar aturan, seperti penghentian aktivitas. Rujukan aturan sanksi tersebut yaitu Undang-Undang tentang Kehutanan maupun Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Upaya yang dilakukan DLH Bartim sudah tepat karena ada potensi pelanggaran disana,” kata Habibi.

Habibi mendorong Dinas Lingkungan Hidup Bartim perlu mengecek aktivitas dan perizinan perusahaan yang beroperasi dekat dengan sungai atau danau. Jika terbukti melanggar aturan maka perlu ada sanksi sesuai ketentuan yang berlaku terhadap pelaku usaha perkebunan tersebut.

Kerusakan sempadan Sungai Bumut juga harus menjadi perhatian serius. Jika terbukti ada perusahaan yang melanggar aturan, maka harus diproses tegas tanpa ada kompromi.

Dia mendorong pemerintah melaksanakan pengawasan dengan tegas. Sanksi yang diberikan juga harus dipastikan benar-benar dijalankan dan diawasi oleh aparat dan pemerintah selaku pemberi izin.

“Yang dikhawatirkan, sanksi diberikan dan dinyatakan melanggar tapi tidak ada upaya apa-apa yang dilakukan pemerintah, misalnya sanksinya tidak diikuti proses selanjutnya. Harusnya konkrit sesuai aturan,” demikian Habibi.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Barito Timur Lurikto mengakui bahwa kerusakan yang terjadi di Sempadan Sungai Bumut Desa Saing, Kecamatan Dusun Tengah akibat adanya aktivitas land clearing yang diduga dilakukan PT Sawit Graha Manunggal.

"Awalnya dari laporan warga yang diterima dan kami tindak lanjuti. Setelah kami cek lapangan, ternyata benar adanya. Kami minta aktivitas langsung dihentikan," kata Lurikto.

Berdasarkan hasil pengecekan tim DLH Bartim di lapangan, kondisi ataupun kerusakan di Sempadan Sungai Bumut, anak dari Sungai Liau itu, terkena aktivitas land clearing (pembersihan lahan). Tanaman dan tumbuhan pada areal tersebut pun mengalami rusak dan air menjadi keruh saat hujan. Tim DLH sudah mengambil sampel air untuk dilakukan uji baku mutu air.

Lurikto mengatakan pada tahun 2019 lalu PT SGM juga melakukan aktivitas land clearing dan diduga telah merusak bagian hulu sempadan Sungai Bumut. Yang ditangani saat ini, kata dia, dugaan perusakan sempadan Sungai Bumut di bagian hilir.

"Laporan tim kita, bagian hulu Sungai Bumut juga pernah digusur. Yang saat ini bagian hilirnya," kata dia.*

Baca juga: BKSDA: Waspadai buaya saat sungai pasang di Kotawaringin Timur

Baca juga: Barito Utara Kalteng kembali terendam banjir luapan sungai Barito

Pewarta: Kasriadi/Habibullah
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021