Jakarta (ANTARA News) - Kompetensi pustakawan yang didefinisikan sebagai kemampuan, ketrampilan, motivasi, konsisntensi dan tanggungjawab pustakawan untuk menguasai bidang pekerjaannya, perlu dirumuskan ulang.

Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan Indonesia (ISIPII), dalam talkshow bertajuk Kompetensi Pustakawan Indonesia membuat kesimpulan, kompetensi pustakawan perlu dirumuskan ulang agar selaras dengan kebutuhan pemakai jasa mereka di dunia kerja.

Dalam talkshow di Gedung Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII - LIPI) Jakarta, Rabu 29 September 2010, formulasi dan kesepakatan tentang kompetensi pustakawan sudah menjadi agenda yang banyak dibicarakan setelah dikeluarkannya Undang-Undang Perpustakaan UU Nomor 43 tahun 2007.

"ISIPII merasa terpanggil untuk masalah ini," kata Presiden ISIPII, Harkrisyati Kamil, saat berbicara dalam talkshow tersebut.

Harkrisyati Kamil yang pernah mengepalai Perpustakaan British Council Jakarta, mengakui masalah kompetensi pustakawan di Indonesia sampai saat ini memang belum ada pedoman yang dijadikan acuan.

Pada talkshow yang digagas Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan Indonesia (ISIPII) dan dimoderatori oleh Utami Haryadi, M.Lib, Mpsi, juga terungkap pentingnya membuat tolok ukur dan sistem untuk melakukan uji kompetensi.

"Bagaimana sistem dan aturan mainnya, kemudian siapa yang berhak melakukan uji kompetensi, serta materi ujiannya belum terdefinisi secara gamblang," lanjut Harkrisyati.

Kompetensi yang mencakup pengetahuan, ketrampilan, kemampuan atau karakteristik yang berhubungan dengan kinerja banyak diperbincangkan karena kompetensi menawarkan suatu kerangka kerja organisasi yang efektif dan efisien dalam mendayagunakan sumber daya yang ada.

Kompetensi yang terbagi atas kompetensi profesional dan kompetensi individu yang telah diperoleh melalui jalur pendidikan haruslah terus dikembangkan sesuai dengan level yang dijejaki dalam dunia kerja, kata pustakawati Hani Qonitah, SIP, MA Rec, yang saat ini menjabat sebagai eksekutif di Exxon Mobil.

Menurut dia, setiap level pekerjaan pustakawan dari tingkatan clerical, data entry, reference assistant, "teknisi", analis terus ke atas hingga level manajemen haruslah terus mengembangkan kompetensi yang dimiliki sesuai dengan bidang kerjanya.

"Bila sudah sampai level manajemen, maka seseorang harus mengembangkan kompetensi `plus-plus`, yakni kompetensi tentang pemahaman yang baik tentang apa visi misi perusahannya, apa bisnis intinya, apa nilai-nilai yang dianut lembaga tempatnya bekerja, bahkan di level ini harus tahu `office politics`," ujar Hani seraya mengutip kalimat "know your audience" itu yang paling penting.

Nita berbagi resep agar pengetahuan yang diperoleh tetap dalam kondisi optimal. Menurutnya pemahaman yang komplit tentang deskripsi pekerjaan dan internalisasi nilai-nilai perusahaan hanyalah didapat dengan banyak belajar, banyak membaca, mengambil kursus, training dan "grand scholarship".

Sementara itu menurut Eka Meifrina Suminarsih, SIP, MM peraih predikat Pustakawan Berprestasi Terbaik Tingkat Nasional 2010, kompetensi dasar yang diperolehnya dari kampus sangatlah bermanfaat, tinggal dikembangkan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh lembaga tempat bekerja.

Eka mencontohkan tugas di tempatnya bekerja di BPPT, "Kami punya kebiasaan baik yakni tiap pagi membaca web BPPT kemudian kami memantau pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari user, kami juga menjawab pertanyaan tentang Badan Pengkajian & Penerapan Teknologi (BPPT)."

"Nah agar bisa menjawab pertanyaan dari user terkait dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka kami semua pustakawan dituntut pula mengikuti dan memahami perkembangan ilmu pengetahuan terbaru yang dikembangkan BPPT," kata Eka yang mengambil S2 ke Belgia dan sudah 12 tahun mengabdi di BPPT.

Eka juga mengajak perlunya pengembangan diri untuk meningkatkan kompetensi melalui pelatihan, training, dan studi banding ke berbagai tempat seraya menyebutkan bahwa BPPT mengimbau pustakawan-nya untuk satu kali per tahun melakukan pelatihan dan satu kali dalam tiga tahun berkunjung ke luar negeri.

Sementara Titiek Kismiyati dari PERPUSNAS, menyatakan tengah terlibat perumusan kompetensi pustakawan Indonesia. Titiek adalah tim perumus kompetensi Perpustakaan Indonesia. Tim itu terdiri dari berbagai elemen yakni unsur akademisi, praktisi dan pemerhati perpustakaan.

Wakil Ketua ISIPII Agus Rusmana menyatakan kompetensi pustakawan tercipta dari sintesa berbagai faktor dan terus berkembang.

"Kenyataan di lapangan yang banyak diperlukan justru bukan ketrampilan teknis, seperti mengatalogisasi atau klasifikasi, namun lebih pada `soft skill`. Nah yang penting bagi para akademisi adalah harus tetap memberikan dasar-dasar kompetensi dan secara konsisten terus mengevalauasinya," ujar Agus.
(ANT/B010)

Oleh Oleh Dyah Sulistyorini
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010