Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian memperkuat peran pemerintah kota di seluruh Indonesia untuk memunculkan Industri Kecil Menengah (IKM) kebanggaan daerahnya dalam Program One Village One Product (OVOP) dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pengembangan IKM di Sentra IKM melalui OVOP.

"Pada Permenperin ini, peran Pemerintah Kabupaten/Kota lebih aktif terlibat sebagai pengusul IKM OVOP, sementara Pemerintah Provinsi dilibatkan sebagai bagian dari Tim Seleksi. Pengusulan IKM OVOP ini dilakukan secara daring melalui aplikasi berbasis web yang dapat diakses di www.ovop.kemenperin.go.id," kata Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka Kemenperin Gati Wibawaningsih secara virtual di Jakarta, Kamis.

Gati memaparkan, model pembinaan IKM berbasis sentra telah berkembang melalui berbagai pendekatan, salah satunya yaitu OVOP.

Model pembinaan tersebut memiliki semangat untuk mengangkat potensi daerah yang memiliki kearifan lokal sehingga menghasilkan produk yang berdaya saing dan diterima oleh pasar nasional maupun global.

Adapun konsep OVOP pertama kali diperkenalkan di Prefektur Oita Jepang pada 1979 oleh Dr Morihiko Hiramatsu, dengan spirit untuk mendorong masyarakat suatu daerah agar dapat menghasilkan produk yang kompetitif dengan nilai tambah tinggi.

"Selain itu, mampu bersaing di tingkat global, namun tetap memiliki ciri khas keunikan dan karakteristik daerah tersebut, dengan memanfaatkan sumber daya lokal, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusianya," ujar Gati.

Gati mengatakan, pembinaan IKM di sentra melalui pendekatan OVOP memiliki tiga prinsip dasar, yaitu Local yet global, yang artinya mengupayakan potensi lokal untuk menghasilkan produk yang berdaya saing global; Self reliance and creativity, yang menekankan bahwa kemandirian masyarakat setempat menjadi motor pendorong utama program OVOP; dan Human resource development, yaitu bagaimana pengembangan SDM berperan penting akan sukses atau tidaknya program OVOP.

Gati menambahkan, keanekaragaman hayati dan budaya yang dimiliki Indonesia harus diakui teramat kaya, dan merupakan modal besar yang menjadi keunggulan komparatif RI.

Memanfaatkan hal tersebut, lanjut Gati, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan daya saing produk industri khususnya IKM dengan menonjolkan aspek yang melekat pada produk tersebut, baik karena bahan bakunya, ciri khas dan keunikannya, tradisinya, kearifan lokalnya maupun reputasinya.

"Dari komoditi makanan dan minuman, siapa yang bisa membantah keberagaman makanan dan minuman khas Indonesia, mulai dari rendang, dodol, amplang, dan lainnya," tukas Gati.

Pada komoditi batik, tambahnya, keunggulannya telah dipertegas dengan ditetapkannya batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi pada 2 Oktober 2009 oleh UNESCO. Sedangkan, komoditi tenun begitu kaya dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan berbagai ciri dan ragamnya.

Kemudian, terdapat komoditi anyaman yang lama membudaya dengan menggunakan berbagai jenis bahan, mulai dari pandan, bambu, purun, sampai dengan ketak. Pada komoditi gerabah, telah mengakar sejak zaman kerajaan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

"Menilik kekayaan ragam hayati dan budaya tersebut, jumlah 112 IKM OVOP yang terakhir kali ditetapkan pada tahun 2018 terasa begitu sedikit, dan perlu untuk lebih ditingkatkan lagi," pungkas Gati.

Baca juga: Kemenperin: OVOP hasilkan produk IKM berkearifan lokal berkelas global
Baca juga: Kemenperin fasilitasi IKM OVOP bersaing di pasar global
Baca juga: Gelar Penghargaan OVOP 2021, Kemenperin identifikasi IKM daerah

 

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021