Jakarta (ANTARA) - Kantor Staf Presiden (KSP) akan mendorong percepatan penyelesaian Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Penanggulangan Bencana yang masih mengalami kebuntuan pembahasannya antara pemerintah dan DPR.

"Kami belum dapat info ya, tapi kalau bagi kami akan kami dorong agar segera ada. Apalagi ini disiapkan DPR," kata Deputi II Bidang Pembangunan Manusia Kantor Staf Presiden RI Abetnego Tarigan, saat ditanya kapan tenggat waktu (dead line) penyelesaian pembahasan RUU Penanggulangan Bencana dalam Dialog Nasional Kebencanaan secara daring di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan bagi KSP proses pembahasan RUU seperti itu harus jalan dan jelas keputusan pemerintahnya. Karena memang ada juga RUU inisiatif DPR lainnya dan menunggu respons dari pemerintah, seperti RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dan RUU Masyarakat Adat.

"Jadi kami belum ada ya. Tapi nanti kami coba dalami terkait dead line'mengenai pembahasan RUU ini," kata Abetnego.

Sebelumnya terkait isu kelembagaan penanganan bencana yang menjadi kebuntuan dalam pembahasan RUU yang merupakan revisi atas Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penganggulangan Bencana tersebut, ia mengatakan memang ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian bersama. Hampir di semua UU tidak disebutkan spesifik nama kelembagaan yang mengurusi satu bidang tertentu, misalnya kehutanan, hanya disebutkan itu diurus oleh menteri yang membidangi kehutanan.

Karena, menurut dia, di situ ruang fleksibilitas dari sistem pemerintahan presidensial di mana pengaturan-pengaturan kelembagaan itu sesuai dengan arah kebijakan presidennya. Tapi, prinsip-prinsip pelaksanaannya diatur oleh UU.

"Jadi jangan sampai kita menguncinya. Yang mungkin jadi pegangan urusan pemerintah dan melihat dari kementerian yang ada," katanya.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily yang juga Panitia Kerja RUU Penanggulangan Bencana  mengatakan RUU tersebut masih terhambat pada persoalan alokasi anggaran dan penyebutan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam rancangan undang-undang tersebut.

Menurut Ace, persoalan penanganan kebencanaan sangat fundamental sehingga seharusnya nama lembaga yang menanganinya harus tegas diatur dalam UU. Konsep yang ingin dewan bangun agar penanganan kebencanaan dapat dilakukan lebih komprehensif, bukan dengan pendekatan responsif.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Nasional WALHI Nur Hidayati mengatakan belajar dari pandemi COVID-19, memang dalam situasi kebencanaan perlu ada rantai komando yang jelas. Siapa yang memimpin, upaya tanggap darurat penanggulangan bencana seperti apa, semua harus jelas sehingga tidak menyulitkan koordinasi.

Kejelasan badan tersebut, menurut dia, menjadi sesuatu yang penting sehingga koordinasi dan sinergitas antarkelembagaan menjadi jelas dalam penanganan bencana. Selain itu, perlu ada pula pembatasan di mana peran militer dalam penanggulangan bencana, misalnya hanya pada masa tanggap darurat atau fase-fase yang perlu mobilitas respons cepat.

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021