Hutan mangrove yang tersisa sekitar 25 persen dari 23 ribu hektare
Banda Aceh (ANTARA) - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kawasan Ekosistem Mangrove Pantai Sumatra (KEMPRa) menyebutkan 75 persen dari dari 23 ribu hektare hutan bakau atau mangrove di Kabupaten Aceh Tamiang dalam kondisi rusak parah.

Direktur Eksekutif KEMPRa Izuddin Idris di Aceh Tamiang, Rabu, mengatakan kerusakan hutan mangrove tersebut akibat penebangan ilegal serta alih fungsi lahan yang tidak terkendali.

"Saat ini, kerusakan hutan mangrove Aceh Tamiang memasuki fase paling kritis sepanjang satu dekade terakhir. Hutan mangrove yang tersisa sekitar 25 persen dari 23 ribu hektare," kata Izuddin Idris.

Baca juga: KKP bakal bangun empat pusat restorasi ekosistem pesisir

Menurut Izuddin Idris, kerusakan tersebut akan terus berlanjut apabila pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan lainnya tidak serius menghentikan praktik ilegal di kawasan hutan mangrove.

Izuddin Idris menyebutkan faktor utama kerusakan hutan mangrove tersebut di antaranya penguasaan lahan dan kawasan. Lahan yang dulu hutan mangrove berubah menjadi tambak dan perkebunan kelapa sawit.

Izuddin Idris menilai kondisi itu terjadi karena pemerintah kabupaten terkesan enggan mengambil langkah dan kebijakan mengurangi laju kerusakan hutan bakau di kawasan pesisir Aceh Tamiang tersebut.

Baca juga: BRGM: Kerusakan ekosistem mangrove kategori kritis capai 637.000 ha

Baca juga: Bappenas: Strategi nasional perlu cegah penurunan luasan mangrove


"Setahu kami, pemerintah daerah selama ini selalu berlindung dengan alasan klasik, bahwa kewenangan pengelolaan serta pengawasan kawasan hutan dan wilayah mangrove berada pada pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat," kata Izuddin Idris

Padahal, kata Izuddin Idris, secara geografis dan demografis hutan mangrove masuk wilayah Kabupaten Aceh Tamiang. Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang mempunyai hak mengatur peruntukannya sepanjang tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.

"Jika pemerintah daerah serius menghentikan laju kerusakan hutan mangrove, dapat menerbitkan aturan yang membatasi laju kerusakannya. Misalnya moratorium penguasaan dan alih fungsi lahan atau larangan mengoperasikan dapur arang yang bahan bakunya dari batang mangrove," kaya Izuddin Idris.

Baca juga: Kemendes rehabilitasi 60 hektare hutan mangrove di Kepulauan Tanimbar

Baca juga: YKAN sebut pelestarian mangrove perlu dimulai sejak dini dari keluarga

Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021