Jakarta (ANTARA) - Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja menyatakan tak ingin anak usaha perseroan BCA Digital buru-buru melantai di bursa melalui mekanisme penawaran umum perdana saham atau IPO.

"Saya pikir lebih baik kita mantapkan dulu. Kita lihat dulu bagaimana perkembangan BCA Digital ini. Kalau memang baik, tentu kita akan share ke investor dan masyarakat yang ingin berbagi juga, mendapatkan bagian dari suatu keberhasilan. Tentunya hal itu akan kita perhitungkan ke depan. Sebab itu kita gak kesusu kalau orang Jawa bilang," ujar Jahja saat jumpa pers daring di Jakarta, Kamis.

Menurut Jahja, sebelum melakukan IPO, perusahaan harus melihat minat investor. Selama ini, investor dinilai kurang berminat kepada perusahaan-perusahaan kecil yang baru muncul. Investor cenderung lebih tertarik kepada perusahaan-perusahaan yang sudah cukup besar.

"Kecuali yang namanya digital, ini kayak cacing kepanasan semuanya cari digital. Jadi kita akan jajaki kemungkinan ke arah situ , karena minat investornya mungkin ada di situ. Kuncinya bukan mau atau tidak, kalau ada minat investor tentu akan kita sharing bisnis bagus, kita akan share ke investor dan biasanya harusnya perusahaan besar dalam keadaan penilaian wajar. Tapi dalam mood digitalisasi, maka kita juga akan ikut masuk ke hal tersebut," kata Jahja.

Jahja menilai, saat ini para investor, termasuk investor ritel yang jumlahnya semakin banyak, yang terbuai dan ingin sekali masuk kepada bisnis bank digital. Kendati demikian, BCA selaku induk usaha ingin BCA Digital dapat berkembang dan lebih matang di industri perbankan digital.

"Saya pikir BCA Digital itu 'kan baru lahir. Namanya bayi baru lahir ya ... harus ada persiapan-persiapan, disekolahkan dulu, suda mulai besar diajari etika juga. Nah sesudah itu, kalau sudah kita persiapkan lebih matang dan ada gambaran, kita tidak mau menjual cerita tapi kita menjual fakta yang sudah kita jalani. Karena kalau kita hanya menggambarkan akan jadi apa, kita berbeban, iya kalau yang kita harapkan jadi kenyataaan. Kalau tidak, itu beban buat kita," ujar Jahja.

Jahja kembali menegaskan, untuk dapat tercatat di bursa saham, ia menginginkan BCA Digital menjadi bank digital yang cukup besar. Pihaknya pun berencana memberi suntikan modal untuk BCA Digital, namun ia enggan menyebutkan besaran modal tersebut.

"Kalau mau IPO itu harus sizeable. Jadi tidak terlalu kecil supaya orang tidak pandang sebelah mata. Saya pikir dengan konsekuensinya, harus ada tambahan untuk bank BCA Digital. Untuk jumlahnya saya tidak mau ngomong, tapi kita sudah siapkan, itu pasti. Tunggu saja tanggal mainnya," kata Jahja.

BCA Digital sendiri baru saja meluncurkan aplikasi digital yang bernama “blu” pada awal Juli lalu dalam rangka memberikan pelayanan terbaik kepada segmen milenial dan digital savvy, serta menjawab tantangan kompetisi digitalisasi di segmen pasar generasi muda yang kini mendominasi demografi penduduk di Indonesia.

Sebagai tahap awal, blu mengeluarkan sejumlah produk tabungan kreatif, yaitu “bluAccount” untuk rekening transaksi utama, “bluSaving” yang merupakan tabungan untuk berbagai macam kebutuhan, “bluGether” sebagai tabungan bersama dengan nasabah lain.

Baca juga: blu gandeng Blibli untuk integrasikan ekosistem digital
Baca juga: BCA raup laba bersih semester I 2021 Rp14,45 triliun
Baca juga: Adopsi bank digital diprediksi bakal jadi tren

 

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021