Jakarta (ANTARA) - Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar mengatakan pentingnya membangun literasi baru terhadap persoalan sampah.

Berdasarkan data statistik KLHK sebanyak 72 persen penduduk Indonesia kurang peduli dengan masalah sampah. Oleh karenanya, sangat diperlukan untuk mengubah jargon yang awalnya berbunyi "Buanglah sampah pada tempatnya" menjadi "Sampahku tanggung jawabku".

"Sampahku tanggung jawabku, itu literasi baru yang kita tanamkan sejak dari dalam kandungan, tumbuh dan bisa bicara. Ini harus menjadi kesadaran, kalau masih pakai literasi lama nanti ketemu lahan kosong buang di sana. Ini yang pertama harus dibangun," kata Novrizal dalam diskusi virtual "Ajak Anak Pilah Sampah Yuk!" pada Jumat.

Novrizal mengatakan masalah sampah adalah persoalan yang paling mendasar. Untuk mengatasinya harus melibatkan unsur budaya, perilaku dan kesadaran.

Dalam membangun kesadaran masyarakat terhadap persoalan sampah memang diperlukan waktu yang panjang dari generasi ke generasi berikutnya dan tidak boleh berhenti. Hal tersebut juga tak bisa berjalan sendirian, melainkan harus melibatkan seluruh elemen masyarakat.

Menanamkan kesadaran untuk hidup minim sampah harus dilakukan dari anak usia dini. Anak dapat diajarkan untuk mengurangi sampah dan memilah sampah.

"Kalau ingin mewujudkan Indonesia maju, peradaban yang maju dan berwawasan lingkungan, harus dibangun dari anak-anak. Saya yakin 10-30 tahun lagi akan menjadi kekuatan besar untuk mendorong perubahan besar di negara kita," kata Novrizal.

Novrizal meminta para orangtua untuk mulai mengajarkan pada anak tentang kepedulian terhadap sampah, seperti menolak penggunaan plastik sekali pakai, mengajak anak membawa tas belanja sendiri saat, membawa botol minum dan tempat makan hingga meminta anak untuk selalu menghabiskan makanan.

"Walaupun sepele tapi kalau ditanamkan sejak kecil, sehingga persoalan sampah bisa kita selesaikan. Di agama juga dibilang jangan mubazir, kita nomor dua di dunia soal food waste," kata Novrizal.

"Kalau ada sisa makanan, seperti pisang kan enggak mungkin dimakan kulitnya, kita ajarkan untuk membuat kompos. Itu bisa menjadi kebahagiaan tersendiri juga buat anak-anak, jadi anak-anak harus didorong dari sekarang," lanjutnya.

Baca juga: KLHK: Penumbuhan kesadaran masih jadi tantangan pengelolaan sampah

Baca juga: KLHK: Pemilahan sampah jadi kunci awal ekonomi sirkular

Baca juga: CSO surati 8 CEO e-commerce minta tidak gunakan plastik sekali pakai

Pewarta: Maria Cicilia
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021