Jakarta (ANTARA) - Polda Metro Jaya menilai revisi terhadap Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan COVID-19 memberikan efisiensi dalam penegakan protokol kesehatan.

"Beberapa pertimbangannya supaya efektif dan efisien serta memberikan efek jera bagi masyarakat," ujar Kepala Bidang Hukum Polda Metro Jaya Kombes Pol Adi Ferdian Saputra di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat.

Dalam Perda DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2020 disebutkan bahwa penegakan protokol kesehatan (prokes) sesuai peraturan daerah atau perda hanya bisa dilakukan oleh Satpol PP.
Pihak Kepolisian hanya mendampingi dan baru bisa bertindak jika ada unsur pidana terkait pelanggaran perda tersebut.

Sedangkan sanksi yang diatur dalam perda itu adalah sanksi administrasi berupa denda atau kerja sosial, namun hukum Indonesia tidak mengenal adanya sanksi sosial.

"Sehingga ketika dilaksanakan penegakan disiplin prokes oleh Satpol PP, ada temuan menolak bayar denda kemudian menolak melakukan kerja sosial, Satpol PP tidak dapat berbuat banyak," ujar Adi.

Apabila revisi Perda Nomor 2 tahun 2020 disetujui, maka perda tersebut akan memuat pasal pidana bagi pelanggaran prokes dengan kurungan badan serta adanya peningkatan kewenangan PNS menjadi penyidik atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

"Perda ini harus ada sanksi pidana yang termuat sehingga bisa dilaksanakan olek polisi, PPNS maupun jaksa dan hakim dalam memutuskan pelanggaran prokes, bila perda tersebut sudah disempurnakan," ujarnya.

Baca juga: Anies: Pidana dalam revisi Perda COVID-19 adalah "ultimatum remidium"
Baca juga: DPRD DKI targetkan revisi Perda COVID-19 DKI selesai 29 Juli 2021
Petugas gabungan memberikan hukuman push up kepada warga yang tidak memakai masker saat razia penerapan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kawasan Jalan Fatmawati, Jakarta, Selasa (28/4/2020). ANTARA FOTO/Reno Esnir/pras.
Perda DKI Jakarta 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan COVID-19 sebenarnya sudah memiliki ketentuan pidana berupa pidana denda.

Pada pasal 29 disebutkan, setiap orang yang menolak untuk dilakukan tes PCR atau pemeriksaan COVID-19 akan dipidana paling banyak Rp5 juta. Pasal 30 juga disebutkan orang yang menolak dilakukan pengobatan dan atau vaksinasi COVID-19 akan didenda Rp5 juta.

Pasal selanjutnya, yaitu Pasal 31 ayat 1 menyebut orang yang membawa jenazah berstatus COVID-19 atau probabel akan didenda paling banyak Rp5 juta. Ayat 2 disebut orang yang melakukan pidana serupa ayat 1 dengan ancaman atau kekerasan akan didenda paling banyak Rp7,5 juta.

Pasal 32 atau pasal terakhir sanksi pidana menyebutkan setiap orang terkonfirmasi positif, namun meninggalkan fasilitas isolasi dengan sengaja akan dikenakan denda Rp5 juta.

Akan tetapi, sanksi yang ada dipandang oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak menimbulkan efek jera pada pelanggar protokol kesehatan di masa COVID-19 sehingga perlu dikenakan ancaman hukuman yang lebih besar.

Meski demikian, Anies menjelaskan bahwa pasal pidana yakni kurungan badan tiga bulan atau sanksi denda dalam revisi Perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan COVID-19 adalah "ultimatum remidium" atau upaya terakhir penegakan hukum setelah penerapan sanksi administrasi tidak menimbulkan efek jera.

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2021