Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi meminta publik agar polemik kasus anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) asal Sulawesi Barat (Sulbar) yang gagal ke Istana tidak perlu dibesarkan-besarkan.

"Saya menyarankan agar persoalan tersebut dapat diselesaikan secara musyawarah, mufakat, dan kekeluargaan," kata Yudian melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.

Untuk diketahui, lanjut dia, saat ini BPIP bertanggung jawab soal Paskibraka. Ini berbeda dengan sebelumnya yang sepenuhnya diurus oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Baca juga: BPIP: Paskibraka cerminan masyarakat dari Sabang sampai Merauke

Hal itu sesuai Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2021 tentang Pembinaan Ideologi Pancasila Kepada Generasi Muda Melalui Program Pasukan Pengibar Bendera Pusaka.

Selain itu, kata dia, merujuk pada Peraturan BPIP Nomor 1 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksana Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2021 tentang Pembinaan Ideologi Pancasila Kepada Generasi Muda Melalui Program Pasukan Pengibar Bendera Pusaka.

Dengan aturan tersebut, kata dia, BPIP diberikan mandat atau kewenangan melaksanakan pembinaan ideologi Pancasila kepada generasi muda melalui Program Paskibraka. Tentunya berkoordinasi dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Dalam Negeri, dan instansi terkait lainnya.

Baca juga: Yudian: Persoalan Capaskibraka Dapat Diselesaikan Secara Musyawarah

Menurut Yudian, seorang anggota Paskibraka harus menjadi generasi muda penerus bangsa yang melestarikan dan mengamalkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan cinta Tanah Air.

"Paskibraka tidak sekadar menaikkan atau menurunkan Bendera Merah Putih, tetapi lebih dari itu," ujarnya.

Kegiatan Paskibraka penuh dengan penanaman nilai- nilai kebangsaan, cinta Tanah Air, dan rela berkorban untuk bangsa dan negara, kata Yudian.

Berdasarkan catatan sejarah, pengibaran Bendera Pusaka Merah Putih pertama kali dibentuk oleh Presiden Ir Soekarno. Pada waktu itu, Soekarno memanggil salah seorang ajudannya, yakni Mayor L. Husein Mutahar untuk mempersiapkan dan memimpin upacara peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1946 di Gedung Agung Yogyakarta.

Baca juga: BPIP tanggapi calon Paskibraka gagal diklat ke Jakarta

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021