Manado (ANTARA) - Peneliti Utama serta Founder & Chairman dari Health Collaborative Center (HCC) Dr Ray Wagiu Basrowi mengatakan tenaga kesehatan sulit mempertahankan para ibu dalam memberikan ASI eksklusif di masa pandemi COVID-19.

"Dari hasil penelitian kami sebanyak 62 persen tenaga kesehatan Indonesia sulit pertahankan ibu menyusui dan memberi ASI eksklusif saat pandemi," kata Ray di Manado, Rabu.

Dia mengatakan masa pandemi COVID-19 mempengaruhi kesiapan tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan terutama layanan primer dalam pelayanan ASI eksklusif dan laktasi di Indonesia.

Baca juga: Hoaks berpotensi turunkan pemberian ASI di tengah pandemi

Ia mengatakan temuan penelitian ini antiklimaks dari momentum pekan ASI se-Dunia di tengah pandemi ini yang bertemakan Lindungi ASI Tanggungjawab Bersama.

Apalagi tingginya angka tenaga kesehatan Indonesia yang mengakui kesulitan dalam mempertahankan ibu memberikan ASI eksklusif karena banyak faktor.


“Sementara hampir 50 perseb pasien ibu hamil dan menyusui memutuskan untuk mengurangi jumlah kunjungan serta posyandu dan Puskesmas mengurangi pelayanan ibu hamil dan menyusui," jelasnya.

Baca juga: Angka ASI eksklusif meningkat selama pandemi COVID-19, alasannya?

Akibatnya kesempatan konseling laktasi terganggu. Ini bisa akibatkan ibu menyusui gagal ASI eksklusif karena penelitian membuktikan peran tenaga kesehatan sangat kritikal dalam keberhasilan menyusui," ungkap Dr Ray.

Dr Ray yang meraih gelar Doktor Ilmu Kedokteran dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dengan disertasi di bidang laktasi ini menjelaskan temuan dan analisis statistik penting penelitian ini adalah 57 persen fasilitas kesehatan layanan primer tidak memiliki pelayanan antenatal care daring/ telemedecine selama pandemi COVID-19 sehingga berisiko 1,4 kali lebih besar ganggu pelayanan laktasi dan kesehatan ibu anak.

Sebanyak 66 persen tenaga kesehatan di layanan primer ini ternyata tidak pernah mendapatkan pelatihan menyusui khusus manajemen laktasi untuk pandemi sehingga berisiko 1,2 kali lebih besar risiko ganggu pelayanan laktasi dan kesehatan ibu anak.

Baca juga: Ibu hamil dan bayi harus dapat gizi seimbang dan ASI saat pandemi

Sedangkan, katanya, sebanyak 42 persen mengakui tidak ada ketersediaan informasi tentang menyusui yang aman selama masa pandemi di fasilitas kesehatan mereka bertugas.

Dan, 64 persen fasilitas kesehatan primer tidak punya fasilitas menyusui khusus pasien COVID-19.

“Statistik ini menunjukkan betapa besar pengaruh layanan antenatal care selama pandemi serta adanya pelatihan dan sosialisasi mendasar terkait proses menyusui untuk dokter, bidan praktik mandiri dan tenaga kesehatan di Puskesmas dan rumah sakit tingkat, sehingga bila aspek fasilitas antenatal care dan pelatihan tenaga kesehatan selama pandemi terlewatkan maka konsekuensinya adalah ancaman turunnya angka ASI eksklusif Indonesia, dan ini adalah potensi risiko kesehatan jangka panjang," ungkap Dr Ray yang merupakan lulusan Fakultas Kedokteran UNSRAT ini.

Pewarta: Nancy Lynda Tigauw
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2021