Naypyidaw (ANTARA) - Junta militer Myanmar telah menawarkan untuk membebaskan tuntutan terhadap beberapa pengunjuk rasa yang terlibat dalam demonstrasi atau pemogokan jika mereka melapor ke pihak berwenang, media pemerintah melaporkan pada Jumat.

Namun, tak ada amnesti bagi siapa pun yang dicari dalam kasus kejahatan seperti pembunuhan, pembakaran, atau serangan terhadap tentara, kata Global New Light of Myanmar milik pemerintah, yang menyalahkan hasutan oleh anggota partai Aung San Suu Kyi dalam aksi pembangkangan sipil.

"Oleh karena itu, mereka yang ingin kembali ke rumah atas kemauan mereka sendiri ... dapat dengan aman menghubungi nomor telepon berikut atau kantor polisi terdekat, badan administrasi kabupaten dan kota," kata laporan media pemerintah itu, Jumat.

Negara Asia Tenggara itu berada dalam kekacauan sejak tentara menggulingkan pemerintah Aung San Suu Kyi yang dipilih secara demokratis enam bulan lalu, memicu gelombang protes dan gerakan pembangkangan sipil yang melumpuhkan sebagian wilayah negara.

Baca juga: Perangi kelaparan di Myanmar, PBB serukan pengumpulan dana

Sejak kudeta, pasukan keamanan telah menangkap lebih dari 7.000 orang dan 1.984 surat perintah penangkapan telah dikeluarkan, menurut kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.

Pasukan keamanan secara brutal menekan protes, menewaskan ratusan orang sejak kudeta, dan gagasan untuk menyerah kepada otoritas militer ditolak oleh beberapa orang yang saat ini bersembunyi dan menghadapi tuduhan.

"Ini mungkin sudah diatur," kata Khin Myat Myat Naing (35) yang telah didakwa berdasarkan pasal 505A hukum pidana. Pasal itu memidanakan komentar yang dapat menyebabkan ketakutan atau menyebarkan berita palsu dan pelakunya dapat dihukum hingga tiga tahun penjara.

"Mereka terus mengubah apa yang mereka katakan sepanjang waktu. Misalnya, janji pemilihan mereka," ujar penulis blog perjalanan itu, menambahkan.

Baca juga: Indonesia minta utusan khusus ASEAN segera kunjungi Myanmar

Penguasa militer Myanmar Min Aung Hlaing minggu ini berjanji untuk mengadakan pemilihan pada Agustus 2023.

Tak lama setelah kudeta, para pemimpin junta menjanjikan pemilihan umum dalam waktu dua tahun, sehingga referensi itu ditafsirkan oleh beberapa media lokal sebagai perpanjangan jangka waktu pemilihan selama enam bulan.

Sai Tun (33), seorang jurnalis lepas yang bersembunyi dan menghadapi dakwaan berdasarkan pasal 505A setelah mengambil foto saat protes, mengatakan dia juga tidak berencana untuk menyerahkan diri.

"Selama tentara ada di sana, kami akan menjadi buronan," kata Sai Tun, yang kakinya ditembak dalam aksi protes dan menggantungkan harapannya pada milisi lokal penentang militer yang berusaha merebut kembali kekuasaan.

Sumber: Reuters

Baca juga: Menlu Brunei ditunjuk sebagai utusan khusus ASEAN untuk Myanmar
Baca juga: Pemerintah bayangan Myanmar kutuk junta militer ambil peran PM
Sekelompok perempuan membawa obor saat mereka melakukan protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, Rabu (14/7/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/pras/cfo (REUTERS/STRINGER)

Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2021