Jakarta (ANTARA) - Sudah lama konsep kawasan Maluku dan sekitarnya sebagai Lumbung Ikan Nasional digaungkan oleh pemerintah, hingga akhirnya berbagai instansi memutuskan untuk mendorongnya dengan lebih bersinergi dengan target yang lebih spesifik.

Misalnya, konstruksi dari pelabuhan teranyar di Maluku, yaitu Ambon New Port, diharapkan dapat dituntaskan pada tahun 2023 mendatang.

Pelabuhan yang juga ditargetkan bakal menjadi pusat industri pengolahan ikan di Kawasan Indonesia Timur itu rencananya dibangun di atas lahan 700 hektare, dengan anggaran yang diperkirakan mencapai sekitar Rp5 triliun.

Deputi I Kepala Staf Kepresidenan Febry C Tetelepta dalam diskusi di Jakarta pada April silam menyatakan Ambon New Port adalah sebuah program yang sangat serius guna menjadikan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional.

Ia mengungkapkan bahwa industri perikanan yang dibangun nanti adalah untuk menampung tiga wilayah pengelolaan perikanan (WPP) yang mengelilingi Maluku, yang juga berbatasan dengan Maluku Utara dan Papua Barat.

Dengan kata lain, pembangunan Ambon New Port sangat diperlukan guna mengintegrasikannya sebagai sebuah pusat pertumbuhan industri pengolahan ikan dan konsolidasi kargo dari wilayah Indonesia timur.

Terintegrasi
Secara lengkap, Ambon New Port mengusung konsep pelabuhan terintegrasi serta memiliki fungsi pelayanan antara lain untuk terminal peti kemas internasional dan domestik, terminal roro, pelabuhan perikanan, pasar ikan bertaraf internasional, kawasan industri logistik, terminal LNG dan/atau power plant (pembangkit listrik).

Sinergi yang lebih serius juga ditunjukkan dengan penandatanganan MoU atau Nota Kesepahaman pada 28 Juni antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) guna mengembangkan Ambon New Port.

Penandatanganan MoU itu adalah tentang Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama (PJPK) Pembangunan Pelabuhan Laut dan Pelabuhan Perikanan Terintegrasi di Provinsi Maluku Dalam Rangka Mewujudkan Maluku Lumbung Ikan Nasional (Pelabuhan Ambon Baru).

MoU adalah sebagai landasan kerja sama bagi KKP dan Kemenhub dalam rangka memberikan dukungan pelaksanaan tugas, fungsi dan kewenangan PJPK untuk pembangunan pelabuhan laut dan pelabuhan ikan terintegrasi, infrastruktur pendukung, serta dukungan teknis dan nonteknis lainnya di Provinsi Maluku.

Dalam MoU tersebut, KKP berperan mewujudkan tatanan Kepelabuhanan Perikanan Nasional yang andal dan berkemampuan tinggi, menjamin efisiensi, dan mempunyai daya saing global untuk menunjang pembangunan perikanan di Indonesia.

Sementara itu, Kemenhub mempunyai tugas untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang transportasi, termasuk mewujudkan Tatanan Kepelabuhanan Nasional yang andal dan berkemampuan tinggi, menjamin efisiensi, dan mempunyai daya saing global untuk menunjang pembangunan Pelabuhan Laut di Indonesia.

Hilir
Sedangkan untuk aspek hilir, KKP juga telah antara lain meluncurkan Gerai Ikan Segar yang berlokasi di Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BP3) Ambon sebagai upaya guna mendukung terwujudnya Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional.

Kepala Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan KKP Lilly Aprilya Pregiwati menyatakan bahwa gerai ini bertujuan untuk membuka pasar bagi para nelayan dan pembudidaya ikan untuk menjual ikannya, menyediakan berbagai jenis ikan konsumsi yang bisa diperoleh masyarakat mulai dari ikan hidup, ikan segar serta berbagai jenis olahan ikan.

Lilly juga mengutarakan harapannya agar kehadiran gerai ini bisa memudahkan masyarakat untuk mendapatkan ikan segar maupun olahan ikan yang bermutu serta higienis dengan harga terjangkau.

Selain itu, ujar dia, Gerai Ikan Segar tersebut juga ke depannya akan menjadi bagian dari kawasan spot Wisata Bahari yang tengah dikembangkan oleh BP3 Ambon.

Dengan demikian, Lumbung Ikan Nasional juga betul-betul tidak hanya terkait dengan segi produksi, distribusi, dan pemasaran beragam hasil komoditas perikanan, tetapi juga dipikirkan hingga seperti sisi kepariwisataannya.

Dari segi penyerapan ketenagakerjaan, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono juga memperkirakan bahwa potensi penyerapan tenaga kerja untuk industri perikanan yang terkait dengan program tersebut di WPPNRI 718 dinilai cukup banyak, yaitu diperkirakan mencapai lebih dari 5.500 orang.

Mekanisme
Trenggono juga mengungkapkan, KKP sudah merancang mekanisme penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 718 yang termasuk dalam area Lumbung Ikan Nasional.

Dalam rancangan mekanisme tersebut, lanjutnya, jumlah tangkapan akan berbasis pada kuota dan kapal-kapal penangkap harus mendaratkan hasil tangkapan di pelabuhan yang sudah ditentukan KKP.

Terdapat delapan pelabuhan perikanan di sekitar WPPNRI 718 yang akan mendukung peran Ambon New Port sebagai pelabuhan utama terintegrasi. Ambon New Port akan menjadi pintu gerbang ekspor produk perikanan yang dihasilkan dari kawasan LIN.

Sementara untuk pemenuhan pasar domestik, akan disiapkan kapal kontainer berpendingin sebagai pengangkut hasil perikanan dari pelabuhan-pelabuhan yang ada di sekitar LIN menuju wilayah tujuan. Skema ini juga untuk mendukung program tol laut yang digaungkan pemerintah.

Untuk memastikan skema tersebut berjalan dengan baik, ujar dia, KKP akan memperkuat sistem pengendalian dan pengawasan ruang laut dengan menggunakan teknologi berbasis satelit.

Sistem ini tidak sebatas memantau pergerakan kapal penangkap ikan pengguna VMS maupun yang tidak, tapi juga dapat memonitoring stok ikan, tumpahan minyak, kondisi terumbu karang, kawasan budidaya udang dan rumput laut, hingga memantau kawasan-kawasan pesisir yang terintegrasi.

Pendanaan
Sementara itu, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan menyatakan, pemerintah perlu memastikan adanya ketersediaan pendanaan untuk program Lumbung Ikan Nasional serta perlu dipikirkan manajemen pascapembangunan agar tidak ada proyek infrastruktur yang mangkrak.

"Investasinya (untuk mewujudkan Lumbung Ikan Nasional) akan sangat mahal dan KKP harus memastikan ketersediaan pendanaan," kata Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan, ketika dihubungi di Jakarta, Selasa.

Moh Abdi Suhufan menyayangkan bila pemerintah akan menggunakan skema pinjaman luar negeri dan memberi kebijakan karpet merah kepada investor asing karena sebenarnya untuk pendanaan masih bisa dioptimalkan dengan pendanaan dalam negeri atau penugasan khusus kepada BUMN bidang pangan.

Selain itu, ujar dia, pembangunan berbagai infrastruktur terkait Lumbung Ikan Nasional jangan terburu-buru, tetapi sebaiknya dilakukan dilakukan bertahap dengan mempertimbangkan kemampuan pembiayaan secara teliti, bersama dengan kapasitas manajemen otoritas pengelola nantinya.

Hal tersebut karena dicemaskan proyek infrastruktur sudah selesai tetapi format manajemen pengelolaannya belum memiliki kejelasan yang akhirnya berpotensi mangkrak.

Sedangkan Peneliti DFW Subhan Usman mengingatkan agar proyek Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional mesti merangkul nelayan kecil di provinsi Maluku maupun Maluku Utara.

Dengan melibatkan berbagai pihak termasuk para nelayan tradisional, maka ke depannya betul-betul akan terbangun semangat bersama yang konsisten dan inklusif dalam mewujudkan program Lumbung Ikan Nasional.

Baca juga: Cegah mangkrak, KKP harus pastikan pendanaan Lumbung Ikan Nasional
Baca juga: Pengamat: Target LIN Rp3,71 triliun harus diikuti pembenahan layanan
Baca juga: KKP targetkan Lumbung Ikan Nasional berkontribusi Rp3,71 triliun
Baca juga: KKP-Kemenhub sinergi kembangkan Pelabuhan Ambon Baru

 

Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021