Jakarta (ANTARA News) - Pemimpin Umum Kompas Jakob Oetama menyatakan bersyukur harian itu telah diterima masyarakat Indonesia selama 45 tahun dan suratkabar itu akan tetap eksis di tengah perkembangan media televisi dan Internet.

"Media cetak, seperti Kompas, akan tetap eksis karena dengan membaca akan memberikan ruang waktu bagi pembaca untuk berfikir, menelaah dan menganalisa. Sesuatu yang tidak kita dapat hanya dengan menonton," katanya saat bertemu dengan Dirut Perum LKBN ANTARA Ahmad Mukhlis Yusuf di Jakarta, Selasa.

Jakob didampingi Pemimpin Redaksi Kompas Rikard Bagun. Sedangkan Mukhlis Yusuf didampingi Pemred ANTARA Saiful Hadi dan anggota dewan pengawas ANTARA Asro Kamal Rokan.

Menurut Jakob, teknologi informasi berkembang sangat cepat, sehingga orang bisa mengakses berita melalui berbagai media, termasuk internet. Akan tetapi, surat kabar tetap dibutuhkan. "Orang kan harus baca, masak nonton terus," katanya.

Selama surat kabar seperti Kompas tumbuh, katanya, maka ia akan tetap membutuhkan kantor berita. "Kantor berita ANTARA tetap diperlukan sebagai perbandingan dan pengkayaan," katanya.

Dulu, lanjut Jakob, berita ANTARA merupakan sumber utama untuk dikutip surat kabar. Berita ANTARA lebih cepat karena kantor berita nasional itu punya hubungan sangat dekat dengan narasumber yang umumnya para pejabat. Sekarang zaman sudah berubah dan media pelanggan ANTARA memiliki sumberdaya manusia dan peralatan yang memungkinkan juga bisa lebih cepat dalam laporannya.

"Tapi kami masih membutuhkan ANTARA untuk perbandingan dan pengkayaan. Satu dua juga untuk pengutipan. ANTARA harus mencari celah-celah berita yang tidak dibuat oleh wartawan surat kabar," katanya.

Salah satu berita yang diperlukan pelanggan seperti Kompas adalah berita-berita daerah. Jaringan ANTARA di daerah diakui lebih kuat dari Kompas. Sebagai contoh Kompas tidak memiliki wartawan di daerah Madura. Berita-berita dari daerah itu diliput oleh wartawan Kompas dari Surabaya.

"Setiap daerah punya permasalahannya sendiri. Gali itu. Angkat figur-figur di daerah, persoalan otonomi dan perbatasan. Koran tidak punya koresponden di setiap daerah seperti ANTARA," lanjutnya lagi.

Menjawab pertanyaan apa kiatnya sehingga Kompas bisa eksis selama puluhan tahun, Jakob mengatakan hal itu karena mengusung masalah kemanusiaan, keIndonesiaan dan keimanan.

"Dengan senantiasa bersyukur atas berkah yang sudah didapat, rendah hati, jujur dan memelihara keimanan yang teguh kepada sang Maha Pencipta, dari latar belakang agama manapun, maka kita akan menemukan jalan menyatukan pluralitas serta menggerakkan sinergi," kata Jakob Oetama.
(ANT/B010)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010