Jakarta (ANTARA) - Tim tinju Kuba kembali menyuguhkan bakat-bakat piawai dan flamboyan mereka di Olimpiade Tokyo 2020, seusai meraih empat medali emas meski hanya mengirimkan tujuh atlet, seolah mengingatkan seluruh dunia akan dominasi mereka dalam beberapa dasawarsa terakhir di olahraga tersebut.

Para tukang pukul Havana selalu sukses meraih kemenangan tiap tampil dalam laga perebutan medali emas di Tokyo, sebagaimana mereka lakukan di Rio de Janeiro lima tahun lalu.

Bedanya, di Rio mereka cuma mendapat tiga emas, kini Kuba menjadi juara umum tinju Olimpiade Tokyo berbekal empat emas dan satu perunggu, mengulangi sukses mereka di Athena 2004.

Hujan emas diawali dengan kemenangan Roniel Iglesias di kelas welter putra pada Selasa (3/8), diikuti Arlen Lopez di kelas berat ringat putra sehari berselang dan keduanya sama-sama berjaya mengalahkan petinju Britania Raya.

Baca juga: Julio La Cruz rebut medali emas tinju kelas berat Olimpiade Tokyo

Julio la Cruz kemudian memamerkan gigi emasnya seusai memenangi medali emas Olimpiade kelas berat putra keduanya pada Jumat (6/8).

Medali emas keempat kemudian datang dari Andy Cruz di kelas ringan putra tepat di hari terakhir Olimpiade Tokyo, Minggu. Sembari menari-nari di hadapan kamera di Kokugikan Arena, Cruz menyebut kesuksesan Kuba datang dari persiapan yang matang.

"Kami, wakil-wakil Kuba bekerja begitu keras sebelum tampil di Olimpiade. Semuanya membuahkan hasil," kata Cruz, dikutip dari Reuters, Minggu.

"Di komunitas tinju Kuba kami tak ubahnya keluarga yang begitu erat dan itu semua kami bawa ke Tokyo," ujarnya menambahkan.

Tim tinju Britania Raya menempati posisi kedua klasemen tinju Olimpiade Tokyo setelah kemenangan Lauren Price di kelas menengah membuat mereka total mengumpulkan dua medali emas, dua perak dan dua perunggu, catatan terbaik sejak London 2012.

Uzbekistan yang tiba sebagai juara umum tinju Olimpiade Rio de Janeiro, malah tampil mengecewakan di Tokyo dan harus menunggu hingga hari terakhir untuk memenangi medali emas pertama dan satu-satunya medali mereka dari Bakhodir Jalolov di kelas super berat.

Di Tokyo, lima kelas dilombakan di sektor putri, bertambah dari tiga di Rio, menyajikan persaingan sengit hingga tiap keping emasnya dimenangi oleh petinju dari lima negara berbeda.

Kecuali Lauren Price --yang melanjutkan tradisi emas tinju Olimpiade bagi Britania Raya-- empat pemenang emas tinju putri lainnya di Tokyo menorehkan sejarah jadi peraih medali emas tinju Olimpiade bagi negaranya masing-masing termasuk petinju tuan rumah Jepang, Irie Sena.

Ada juga Kellie Anne Harrington untuk Republik Irlandia, Stoyka Krasteva bagi Bulgaria serta petinju Turki Busenaz Surmeneli.

Baca juga: Irlandia, Kuba, Inggris, Uzbek rebut emas terakhir tinju Tokyo 2020

Kecuali aksi protes petinju kelas super berat Prancis Mourad Aliev ketika ia didiskualifikasi dari perempat final karena menanduk lawannya, tinju Olimpiade Tokyo nyaris tanpa banyak kontroversi tentang penjurian.

Hal itu tentu tidak lepas dari keputusan Komite Olimpiade Internasional (IOC) mengesampingkan badan-badan tinju dunia yang bermasalah dari Tokyo.

IOC menjalankan kompetisi dengan gugus tugas khusus yang mengusung transparansi dan hal itu disambut baik oleh kebanyakan tukang pukul.

"Ini pertarungan yang amat sangat ketat. Para juri melakukan tugasnya dengan baik," kata Julio la Cruz.

"Kami tiba di sini, menyuguhkan penampilan bagus kepada dunia dan para juri jadi bagian dari itu semua," tutupnya.

Baca juga: Inggris dulang emas tinju via Galal Yafai
Baca juga: Krasteva jadi petinju putri Bulgaria pertama juarai Olimpiade
Baca juga: Paalam raih perak, Filipina geser Indonesia di Olimpiade Tokyo

Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Irwan Suhirwandi
Copyright © ANTARA 2021