Jakarta (ANTARA) - Bulan Juli 2021 mungkin menjadi sejarah kelam bagi warga Jakarta terjadi tsunami COVID-19 yang ditandai dengan penuhnya rumah sakit dan tempat isolasi.

Korban kian berjatuhan terutama dari kalangan lansia. Bahkan tenaga pemulasaraan jenazah, sopir ambulans dan penggali makam harus kerja ekstra keras agar semua dapat terlayani.

Namun yang membuat miris kondisi itu dibarengi dengan hilangnya obat-obatan COVID-19 di apotek. Bahkan terakhir tabung oksigen juga menghilang di pasaran.

Hal ini dirasakan Dana, wanita 25 tahun yang bekerja di salah satu hotel di Jakarta. Dia terpaksa harus pulang ke rumah orang tuanya karena juga terpapar virus asal Wuhan ini.

Dana yang awalnya tengah menjalani isolasi di tempat kosnya akibat terpapar COVID-19 terpaksa pulang ke rumahnya di Tangerang (Banten) saat dikabari orang tuanya jatuh sakit.

Ayahnya yang berusia 60 tahun ini memang memiliki riwayat stroke akibat penyakit gula yang dideritanya.

Bersama kakaknya (karena dua bersaudara) mereka bersaing dengan warga Jakarta lainnya harus berjibaku untuk mencari rumah sakit. Mereka berkejaran dengan waktu mengingat saturasi oksigen ayah mereka terus mengalami penurunan.

Mereka pun berbagi tugas. Dana mencari rumah sakit, sedangkan sang kakak mencari oksigen dan obat-obatan.

Hari pertama mereka gagal, rumah sakit hampir semua penuh. Sedangkan obat yang dicari tidak semuanya di dapat.

Beruntung pada hari kedua di salah satu rumah sakit tersedia tempat tidur kosong. Dengan segera mereka berdua membawa orang tua ke rumah sakit tersebut.

Namun di rumah sakit itu ruang ICU penuh, padahal orang tuanya membutuhkan penanganan ICU.

Hari ketiga mendapat kabar di RSUD Kramat Jati tersedia layanan ICU maka segera orang tua mereka dipindahkan dari rumah sakit di Tangerang ke Jakarta Timur.

Dana, kakak, dan ayahnya bersama-sama di ruang ICU Kramat Jati mengingat keduanya juga masih positif COVID-19. Dana dan kakaknya gejalanya ringan hanya sakit tenggorokan, setelah berobat di RSUD Kramat Jati dalam waktu sepuluh hari sudah dinyatakan sembuh.

Namun tidak beruntung dengan sang ayah yang setelah berjuang dengan ventilator selama dua minggu di ruang ICU akhirnya harus menghembuskan nafas terakhirnya.

Mungkin kakak-beradik ini mendapatkan pengalaman yang menyedihkan dan akan membekas selamanya terkait wabah ini. Banyak juga anak-anak balita dan usia sekolah yang terpaksa menjadi yatim-piatu akibat wabah ini.

Baca juga: Pemprov DKI sediakan posko isi ulang tabung oksigen di Monas
Sejumlah petugas menurunkan tabung berisi oksigen dari truk di Posko Darurat Oxygen Rescue, kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Senin (5/7/2021). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyediakan posko tersebut untuk memenuhi kebutuhan oksigen di rumah sakit, melalui penyediaan tambahan tabung, isi ulang, dan distribusi tabung oksigen seiring masih tingginya kasus COVID-19 aktif di Jakarta. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.

Tanggap
Namun apapun yang menjadi penyebab ledakan COVID-19 pada Juni 2021, pemerintah pusat dan daerah segera tanggap dengan penyediaan obat-obatan dan tabung oksigen. Bahkan rumah sakit lapangan dengan memanfaatkan halaman rumah sakit.

Bahkan Polda Metro Jaya tidak henti-hentinya merilis penangkapan para pelaku penimbun obat-obatan COVID-19 maupun tabung oksigen yang tidak ternyata saja melibatkan perorangan tetapi juga badan usaha.

Terkait ketersediaan obat-obatan COVID-19, Presiden Joko Widodo bahkan tidak memungkiri bahwa Indonesia masih lemah dalam konteks kemandirian industri obat, vaksin COVID-19 dan alat-alat kesehatan (alkes) di saat pandemi sudah berjalan hampir dua tahun di dalam negeri.

Hingga kini pemerintah pun masih mencari solusi guna memecahkan masalah tersebut.

"Masih menjadi kelemahan serius yang harus kita pecahkan," kata Presiden Joko Widodo saat membacakan pidato kenegaraan di Gedung Parlemen Jakarta, Senin, 16 Agustus 2021.

Namun di sisi bersamaan, kata Presiden Jokowi, pandemi juga telah mempercepat pengembangan industri farmasi di dalam negeri, termasuk pengembangan vaksin merah putih dan juga produksi oksigen.

Dia pun mewanti-wanti agar jangan ada satu pun pihak yang mempermainkan misi kemanusiaan COVID-19 di dalam negeri.

"Untuk kesehatan, ketersediaan dan keterjangkauan harga obat akan terus kita jamin. Tidak ada toleransi sedikitpun terhadap siapapun yang mempermainkan misi kemanusiaan dan kebangsaan ini," katanya.

Sementara itu, anggota DPR Rahmad Handoyo dari Fraksi PDI Perjuangan menyampaikan pentingnya memberi peluang yang sama kepada perusahaan farmasi swasta nasional dan BUMN untuk memproduksi obat yang dibutuhkan negara.

Menurut Rahmad, dengan memberikan peluang yang sama kepada perusahaan farmasi baik BUMN maupun swasta maka yang diuntungkan justru masyarakat.

Tidak mungkin penanganan COVID-19 saat ini hanya dilakukan oleh pemerintah, namun harus mengikutsertakan seluruh elemen masyarakat, termasuk dalam penyediaan obat-obatan.

Rahmad yang berasal dari Dapil Jateng ini menyebutkan perlunya mendorong pemerintah untuk memproduksi obat-obatan COVID-19 termasuk obat anti virus di dalam negeri sehingga tidak lagi bergantung kepada impor.

Dia mengatakan DPR akan mendorong perusahaan farmasi di luar BUMN untuk bisa memproduksi obat-obatan di dalam negeri. Ketika perusahaan farmasi swasta mampu memproduksi kebutuhan obat-obatan dalam negeri justru kita sambut baik.

Siapapun pihak yang mampu memproduksi obat-obatan yang dibutuhkan negara untuk mengatasi pandemi Covid-19 ini harus disambut baik.

Industri farmasi dalam negeri, baik BUMN maupun swasta harus dipercepat dalam perizinan, tidak dihambat sehingga dapat meningkatkan produktifitas untuk memenuhi kebutuhan obat-obatan dalam negeri.

Baca juga: Wagub DKI: Kebutuhan oksigen menurun tapi masih fluktuatif
Masyarakat mengantre untuk membeli obat COVID-19 di salah satu toko obat Pasar Kramat Jati, Jakarta TImur. (ANTARA/Anisyah Rahmawati)
Maksimal
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Nasdem, Ratu Ngadu Bonu Wulla mengatakan pentingnya memaksimalkan lagi kinerja pemerintah berkaitan dengan ketersediaan obat COVID-19.

Sebagai contoh saat Presiden Jokowi melakukan inspeksi obat-obatan ternyata menemukan tidak tersedianya obat di beberapa apotek.

Hal-hal seperti ini seharusnya tidak perlu terjadi. Masyarakat harus memastikan bahwa obat selalu tersedia sehingga mereka bisa mendapatkan perawatan.

Pemerintah harus memberikan dukungan kepada semua pihak termasuk swasta untuk memproduksi obat-obatan yang dibutuhkan masyarakat tapi dengan catatan harus lewat SOP dan tentu di bawah pengawasan BPOM karena ini menyangkut nyawa manusia.

Proses perizinan dan pengawasan harus berjalan dengan seefektif mungkin apalagi dalam kondisi sedang krisis dan darurat. Jangan sampai kebutuhan obat-obatan masyarakat tidak terpenuhi karena proses perizinan dan administrasi yang memakan waktu berminggu-minggu.

Dengan tercukupinya stok obat COVID-19 maka di saat terjadi ledakan kasus COVID-19 seperti Juli 2021 tidak akan ada lagi menemukan pihak-pihak yang coba bermain-main menimbun barang karena pastinya tidak akan menguntungkan.

Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2021