Perjuangan untuk mengelola peninggalan Kesultanan Palembang
Palembang (ANTARA) - Benteng Kuto Besak yang terletak di pinggiran Sungai Musi, Kota Palembang, Sumatera Selatan awalnya merupakan bangunan keraton yang pada abad XVIII menjadi pusat Kesultanan Palembang.

Gagasan mendirikan Benteng Kuto Besak (BKB) diprakarsai oleh Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) I yang memerintah pada tahun 1724-1758 dan pelaksanaan pembangunannya diselesaikan oleh penerusnya yaitu Sultan Muhammad Bahauddin yang memerintah pada tahun 1776-1803.

Sultan Mahammad Bahauddin ini adalah seorang tokoh Kesultanan Palembang Darussalam yang realistis dan praktis dalam perdagangan internasional, serta seorang agamawan yang menjadikan Palembang sebagai pusat sastra agama di nusantara.

Menandai perannya sebagai sultan, dia pindah dari Keraton Kuto Lamo ke Kuto Besak.

Belanda menyebut Kuto Besak sebagai 'nieuwe keraton' alias keraton baru.

Keraton ini berdiri di tanah yang luas, berbentuk persegi panjang menghadap ke Sungai Musi, panjangnya 274,32 meter, dan lebar 182,88 meter, dikelilingi tembok besar yang tingginya mencapai 9,14 meter, tebal 2,13 meter, dengan empat kubu (bastion di setiap sudutnya).

Dengan sejumlah meriam yang terbuat dari besi dan kuningan, Keraton memiliki pelataran yang luas, balai agung, gerbang besar.

Kemudian pada bagian dalamnya terdapat pula keputren, paseban, ruang tempat menerima tamu, tempat kediaman sultan dan permaisuri.

Sedangkan di tengah keraton terdapat kolam dengan perahu, taman, dan pohon buah-buahan.

Di antara keraton Kuto Besak dan keraton Lamo, terdapat jalan menuju masjid utama kerajaan.

Benteng tersebut mulai dibangun pada tahun 1780 dengan arsitek yang tidak diketahui dengan pasti dan pelaksanaan pengawasan pekerjaan dipercayakan pada seorang Tionghoa.

Semen perekat bata menggunakan batu kapur yang ada di daerah pedalaman Sungai Ogan ditambah dengan putih telur.

Waktu yang dipergunakan untuk membangun Kuto Besak itu kurang lebih 17 tahun.

Keraton tersebut ditempati secara resmi pada hari Senin pada tanggal 21 Februari 1797.

Berbeda dengan letak keraton lama yang berlokasi di daerah pedalaman, keraton baru berdiri di posisi yang sangat terbuka, strategis, dan sekaligus sangat indah karena menghadap ke Sungai Musi.

Pada masa itu, Kota Palembang masih dikelilingi oleh anak-anak sungai yang membelah wilayah kota menjadi pulau-pulau.

Kuto Besak pun seolah berdiri di atas pulau karena dibatasi oleh Sungai Sekanak di bagian barat, Sungai Tengkuruk di bagian timur, dan Sungai Kapuran di bagian utara.

Benteng Kuto Besak terutama pada bagian dalamnya saat ini tidak lagi seperti pada awal dibangun dan ditempati untuk perkantoran salah satu kesatuan Komando Daerah Militer (Kodam) II Sriwijaya.

Untuk memanfaatkan Benteng Kuto Besak (BKB) secara maksimal, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama Palembang, R.M.Fauwaz Diradja meminta dukungan politik untuk mengelola BKB dan peninggalan kesultanan lainnya di Bumi Sriwijaya itu.

"Perjuangan untuk mengelola dan memanfaatkan peninggalan Kesultanan Palembang terutama Benteng Kuto Besak (BKB) di tepian Sungai Musi yang kini digunakan sebagai perkantoran TNI/Kodam II Sriwijaya memerlukan dukungan politik," ujar Sultan SMB IV.

Menurut R.M.Fauwaz ketika menerima kunjungan pengurus DPW PKB Provinsi Sumsel di istana adat Kesultanan Palembang Darussalam, peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam yang masih berdiri kokoh yakni Masjid Agung Jaya Wikrama, Kawah Tengkurep, dan Benteng Kuto Besak.

Benteng Kuto Besak hingga sekarang ini hanya sebagai pajangan karena bisa dinikmati dari bagian luar saja sementara pada bagian dalamnya tertutup karena terdapat perkantoran TNI.

Melihat kondisi tersebut, pihaknya terus berupaya mencari dukungan dari pemerintah dan politikus di tingkat lokal dan pusat, kata Sultan SMB IV.

Baca juga: Perbaikan Benteng Kuto Besak butuh Rp6 miliar

Baca juga: Balitbang Kemenhan dorong revitalisasi Benteng Kuto Besak dilanjutkan



Upaya tukar guling

Sementara Politikus PKB Sumsel, Ramlan Holdan mengatakan pihaknya siap bersinergi dengan Sultan SMB IV Palembang untuk memperjuangkan pemanfaatan BKB secara maksimal.

Kebudayaan dan aset Kesultanan Palembang Darussalam harus dilestarikan dan diperkenalkan kepada khalayak ramai baik di Sumsel, maupun nusantara dan dunia.

Aset-aset Kesultanan Palembang yang hingga kini masih berdiri kokoh perlu dipelihara dengan baik agar bisa terus dinikmati oleh masyarakat dan menjadi media pembelajaran sejarah bagi generasi muda penerus bangsa.

Untuk membantu perjuangan Sultan SMB IV mengelola dan memanfaatkan BKB secara utuh, Wakil Ketua DPR RI, Abdul Muhaimin Iskandar (Gus Muhaimin) siap memfasilitasi dengan pihak-pihak pengambil kebijakan di tingkat pusat.

Ramlan menjelaskan politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Sumsel dan pusat berupaya membantu memperjuangkan Palembang memanfaatkan BKB sebagai bagian dari pengembangaan kota pusaka.

Palembang termasuk kota pusaka di Indonesia kategori A, karena banyak menyimpan aset pusaka sejak zaman Kerajaan Sriwijaya hingga Kesultanan Palembang yang terletak di sepanjang tepian Sungai Musi.

Salah satu aset yang terletak di tepian Sungai Musi yakni Benteng Kuto Besak (BKB) hingga kini belum dimanfaatkan secara maksimal untuk dinikmati masyarakat sebagai tempat wisata dan pertunjukan seni budaya.

Jika di area dalam BKB bisa digunakan secara penuh untuk wisata dapat ditata sebagai tempat hiburan atau pertunjukan seni dan budaya.

Untuk memperjuangkan pemanfaatan BKB secara maksimal yang merupakan bagian dari pengembangan kota pusaka Palembang, pihaknya meminta dukungan politisi di tingkat pusat.

Politikus PKB yang juga Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar dalam acara silaturahmi dan dialog dengan tokoh dan elemen masyarakat Sumsel secara virtual dari ruangan salah satu hotel berbintang di Palembang, Kamis (26/8) berupaya memperjuangkan pemanfaatan BKB secara maksimal dan pengembangan kota pusaka di Ibu kota provinsi ini.

Banyak aspirasi yang disampaikan dalam dialog itu, namun yang menarik salah satunya mengenai pemanfaatan bagian dalam objek wisata sejarah Benteng Kuto Besak (BKB) yang dikuasai pihak Kodam II Sriwijaya.

Sejumlah budayawan dan tokoh masyarakat di Kota Palembang, meminta Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar memperjuangkan pengembangan kota pusaka Palembang.

Budayawan Sumsel, Vebri Al Lintani saat memberikan masukan kepada Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar (Gus Muhaimin) sejak ditetapkan Palembang menjadi anggota Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) pada 2013, sudah ada penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kota Pusaka kawasan Benteng Kuto Besak, dan sekitarnya seperti kawasan Sekanak dan Pasar 16 Ilir.

Namun hingga kini belum ada tanda-tanda realisasi pembebasan area dalam kawasan BKB sesuai dengan RTBL Kota Pusaka, kata Vebri.

Sementara Muhaimin Iskandar pada kesempatan dialog virtual itu dari Jakarta mengatakan dia telah mendengar semua aspirasi masyarakat termasuk aspirasi budayawan mengenai pengembangan objek wisata BKB.

Kendala pemanfaatan kawasan BKB sebagai tempat wisata dan pertunjukan seni budaya karena sebagai aset Kodam II Sriwijaya akan diupayakan kemungkinan tukar guling dengan melakukan pembicaraan bersama pimpinan TNI di Jakarta.

Selain itu juga akan mengupayakan dukungan dana pembangunannya dari APBN, sehingga program
pengembangan kota pusaka di Palembang bisa berjalan sesuai harapan masyarakat.

Melalui perjuangan Sultan SMB IV dan dukungan politik dari politikus Sumsel dan pusat diharapkan BKB nantinya tidak hanya bisa dijadikan pajangan dan spot menarik untuk berfoto, tetapi di dalamnya dimanfaatkan sebagai tempat edukasi sejarah, serta pertunjukan seni budaya.

Baca juga: Sultan Palembang minta dukungan politik kelola BKB

Baca juga: Ekskavasi BKB di Bojong Mendut temukan pecahan tembikar

 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021