Sebagian besar petani yang akan sustain, akan bertahan adalah petani yang punya pekerjaan sampingan. Katakanlah guru, PNS, mereka sambil mengajar mereka punya lahan pertanian...
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah disarankan untuk menjalin kerja sama dengan berbagai pihak mulai dari LSM, universitas, eksportir, organisasi atau gabungan kelompok tani, dunia usaha dan lainnya untuk menciptakan lingkungan pertanian yang kondusif, kata Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti.

Esther dalam diskusi daring yang membahas tentang fungsi Badan Pangan Nasional di Jakarta, Senin, mengatakan pemerintah harus menciptakan lingkungan yang kondusif dan nyaman bagi petani untuk menjalankan usahanya di sektor pertanian dalam rangka pengembangan industri pertanian Indonesia.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Indef, kata Esther, masih banyak permasalahan yang menjadi pekerjaan rumah untuk segera diselesaikan agar petani dapat menikmati keuntungan yang besar dalam menjalankan usahanya.

"Kalau lihat dari upah pekerja sektor pertanian, memang dibandingkan dengan sektor lainnya sektor pertanian upahnya masih relatif kecil, hanya sekitar Rp52 ribu per hari. Ini sangat kecil, maka tidak heran misalnya orang tua petani, anaknya tidak mau jadi petani," kata Esther.

Selain itu, Esther mengungkapkan penelitiannya yang menunjukkan bahwa petani di Indonesia kurang teredukasi dalam mengelola pertanian dengan cara yang baik sehingga menyebabkan produktivitasnya rendah.

Sebagian besar petani juga unbankable yang membuatnya tidak bisa mengembangkan usaha pertaniannya, dan petani juga dinilai tidak memiliki akses pasar dan kekuatan tawar yang menyebabkan hasil taninya dijual murah kepada tengkulak.

Menurut Esther, petani yang bisa bertahan dengan usahanya di sektor pertanian adalah yang memiliki pekerjaan lain.

"Sebagian besar petani yang akan sustain, akan bertahan adalah petani yang punya pekerjaan sampingan. Katakanlah guru, PNS, mereka sambil mengajar mereka punya lahan pertanian. Jadi untuk makan sehari-hari mereka tergantung pada gaji bulanan, hasil panen untuk tabungan," katanya.

Sementara petani yang hanya menggantungkan hidupnya pada lahan sawah atau perkebunannya bertahan hidup dengan meminjam uang kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sambil menunggu masa panen tiba.

Esther berpendapat pemerintah melalui kementerian-lembaga teknis terkait harus menyelesaikan masalah ini dengan sistematis secara bersama-sama.

"Jadi Kementerian Pertanian misalnya buat kebijakan yang membuat petani itu nyaman, artinya kalau mau bercocok tanam pupuk sudah tersedia, kemudian bank mau berikan akses modal, kemudian untuk sarana produksi tersedia dan afordable untuk petani. Setelah mereka melakukan produksi, akses pasar juga harus dibuat. Akan lebih mudah jika petani bisa akses pasar secara langsung. Yang terjadi sekarang banyak tengkulak, banyak middle man di desa-desa," katanya.

Di samping itu pemerintah juga harus memberikan edukasi kepada petani seperti bimbingan teknis, pelatihan lapangan, dan lain-lainnya tentang cara bercocok tanam yang baik guna meningkatkan produktivitas.

Esther mengatakan Badan Pangan Nasional yang baru dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2021 tersebut bukan satu-satunya solusi untuk menyelesaikan permasalahan sektor pertanian di Indonesia.

Dia meyakini apabila kementerian-lembaga teknis terkait pertanian dapat lebih dimaksimalkan fungsinya, maka Indonesia dapat mencapai swasembada pangan.

"BPN bukan solusi untuk pengembangan sektor pertanian di Indonesia. Seharusnya kementerian-kementerian teknis yang sudah ada ini dioptimalkan saja fungsinya. Sehingga kalau mereka dioptimalkan, maka di bawah koordinasi Kemenko Perekonomian, saya yakin akan bisa mencapai swasembada pangan," kata Esther.

Baca juga: Legislator RI ajak milenial jadi pelaku revolusi pertanian

Baca juga: Erick minta BUMN bantu petani agar makmur dengan solusi pertanian

Baca juga: Kementan: produksi pangan dalam negeri terpenuhi tekan impor


 

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021