Tidak ada lagi sekat-sekat antara industri dengan pendidikan tinggi
Jakarta (ANTARA) - Platform Kedaireka merupakan wadah kolaborasi perguruan tinggi dengan industri, kata Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Paristiyanti Nurwardani.
 

“Sehingga tidak ada lagi sekat-sekat antara industri dengan pendidikan tinggi. Untuk itu platform ini dibuat untuk bisa melayani 24 jam sehari, 7 hari seminggu, 365 hari setahun,” ujar Paris dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu.
 

Untuk mendukung kolaborasi antara perguruan tinggi dan industri, Kemdikbudristek juga telah menyiapkan dana matching fund sebesar Rp 250 miliar pada 2021. Bahkan, pada tahun depan, Paris menyebut akan disiapkan dana sebesar 950 miliar atau 300 persen lebih banyak dari tahun sebelumnya.
 

Ketua Bidang Insan Dikti dan Tim Kerja Akselerasi Kampus Merdeka, Muhammad Setiawan, mengatakan bahwa saat ini pengguna platform Kedaireka sebanyak 20.058 pengguna yang sudah bergabung yang di antaranya adalah pihak industri dan insan Dikti.
 

“Ini merupakan kemajuan yang sangat cepat, dan direncanakan akan tembus 30.000 bulan ini. Kedaireka akademi sendiri diluncurkan dengan tujuan utama meningkatkan kapasitas insan Dikti dengan tema ide inovasi dan kolaborasi dunia usaha dan industri. Saat ini kami sudah melakukan enam kali webinar dilaksanakan dan enamkali pelatihan,” kata Setiawan.

Baca juga: Kedaireka gandeng Huawei Indonesia selenggarakan pelatihan kolaboratif

Baca juga: Dikti: Kedaireka dan matching fund akselerasi reka cipta di kampus

 

Sementara itu, Managing Director Akuo Energy Indonesia Refi Kunaefi mengatakan Akuo Energy adalah perusahaan yang berasal dari Perancis dan saat ini beroperasi di lebih dari 18 negara di seluruh benua. Ke depan, Akuo Energy akan memberikan beberapa kali pelatihan kepada insan Diktiristek untuk meningkatkan kompetensi mereka di bidang energi terbarukan.
 

Refi juga menyinggung mengenai isu perubahan iklim sebagai dampak pentingnya energi terbarukan. Ia mengatakan bahwa terdapat international relationship pada Paris Agreement pada tahun 2015 yang mengatakan kenaikan suhu global dunia tidak lebih dari dua celcius dan hampir semua negara menyepakatinya.
 

“Target kita adalah kita akan menurunkan gas efek rumah kaca dan berhasil menurunkan 50-60 persen dalam sehari. Saat ini jika kita melihat jumlah gas polusi itu yang paling besar dari sektor energi dan kehutanan,” kata Refi.
 

Lebih lanjut Refi menjelaskan bahwa semua orang harus benar-benar peduli mengenai perubahan iklim dan hal yang akan dihadapi ke depannya.

Menurutnya, saat ini sulit untuk bisa mengubah cara masyarakat dalam menggunakan tas plastik dan transportasi. Padahal, dampak dari penggunaan itu akan kita rasakan sebelum tahun 2050.
 

Untuk itu, Refi berharap semoga di Indonesia akan ada pergerakan dan banyaknya diskusi publik yang membahas tentang perubahan iklim.
 

"Semoga universitas yang hebat di sini bisa melakukan penelitian mengenai energi terbarukan. Saat ini butuh banyak dukungan untuk akademisi, dan mudah-mudahan karena banyaknya penelitian dan kolaborasi antara perguruan tinggi dan industri akan banyak terobosan teknologi dan akan menghasilkan sesuatu untuk masa depan Indonesia,” harap dia.

Baca juga: Kampus Merdeka dan Kedaireka bantu revitalisasi Bumdes

Baca juga: Kemendikbud: Kedaireka wadah kolaborasi kampus dan industri

 

Pewarta: Indriani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021