Apalagi selain bupati ia adalah pengusaha. Sehingga uang itu tidak dapat dijadikan bukti
Sidoarjo (ANTARA) - Bupati nonaktif Nganjuk Novi Rahman Hidayat mengajukan nota pembelaan atau eksepsi atas dakwaan jaksa dalam persidangan dugaan korupsi di Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya, Jawa Timur, Senin.

Kuasa hukum Novi, Ade Dharma Maryanto meminta supaya hakim membatalkan dakwaan jaksa yang dianggap kabur dan tidak jelas.

Pertama, kata dia, dalam dakwaan jaksa disebutkan soal uang Rp672 juta yang ditemukan dalam brankas pribadi terdakwa. Padahal, uang itu merupakan uang pribadi sebagai pengusaha.

"Tidak ada larangan bagi terdakwa untuk menyimpan uangnya dalam dalam brankas. Apalagi selain bupati ia adalah pengusaha. Sehingga uang itu tidak dapat dijadikan bukti," katanya pula.

Ia mengatakan, dalam dakwaan jaksa, ada dua nominal uang yang dipermasalahkan. Uang pertama sebesar Rp672,9 juta yang disita dalam brankas atau nominal kedua sebesar Rp255 juta yang diberikan oleh M Izza Muhtadin selaku ajudan.

"Nah itulah yang kami permasalahkan. Kenapa dalam dakwaan muncul dua nominal. Yang pertama Rp672,9 juta yang satu Rp255 juta. Nah ini yang tidak jelas. Padahal, uang yang disita total semua ada di brankas yang enam ratus sekian juta itu. Makanya dakwaannya kami anggap tidak jelas dan kabur," kata Ari Hanz, kuasa hukum lainnya.

Selain itu, kata dia, dalam dakwaan jaksa juga ada ketidakjelasan istilah yang digunakan, terkait istilah suap dan gratifikasi yang merupakan dua perbuatan yang berbeda, tetapi disusun dalam satu dakwaan.

Ia menyebut JPU tidak konsisten dalam menyusun surat dakwaan, dalam hal ini terkait apakah terdakwa melakukan penyuapan atau gratifikasi.

"Pengaturan suap dan gratifikasi adalah berbeda, definisi maupun sanksinya. Hal ini tentu merugikan terdakwa untuk membela hak-haknya. Ini (perkara) suap atau gratifikasi, ini tidak jelas," katanya lagi.

Terakhir, soal copy paste pada dakwaan yang menyebut, jaksa telah melakukan copy paste pada ketiga dakwaan.

Dia mengatakan, pada dakwaan kedua dalam perkara ini berbentuk alternatif. Namun, tidak memenuhi patokan standar sebagai syarat sebuah surat dakwaan yang berbentuk alternatif.

"Surat dakwaan berbentuk alternatif adalah surat dakwaan yang menuduhkan dua tindak pidana atau lebih yang sifatnya alternatif atau saling mengecualikan antara satu dengan yang lain. Maka seharusnya pada uraian perbuatan pidana dalam setiap bentuk dakwaan tidak boleh sama. Dan jaksa telah melakukan copy paste pada ketiga dakwaannya," kata dia lagi.

Menanggapi hal ini, Jaksa Penuntut Umum Kejari Nganjuk Andie Wicaksono mengatakan, pihaknya akan membuat tanggapannya pada pekan depan.

"Kami akan berikan tanggapan minggu depan," katanya.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat dalam dugaan tindak pidana korupsi jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Nganjuk.

Dalam dakwaan yang dibacakan oleh JPU Andie Wicaksono mengatakan bahwa terdakwa Novi Rahman Hidayat sebagai penyelenggara negara atau tepatnya sebagai Bupati Nganjuk dalam masa jabatan tahun 2018-2023 didakwa menyalahgunakan kekuasaannya.

Terdakwa dianggap sengaja mendapatkan uang dengan tidak melaksanakan kewajibannya sebagai Bupati Nganjuk dalam seleksi pengisian perangkat desa.
Baca juga: Mantan Bupati Nganjuk didakwa kasus jual beli jabatan
Baca juga: Polri sebut lelang jabatan Bupati Nganjuk untuk keuntungan pribadi

Pewarta: Indra Setiawan
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021