Melalui restrukturisasi, setidaknya ada empat manfaat langsung yang dirasakan oleh subholding PNRE
Jakarta (ANTARA) - PT Pertamina New Renewable Energy (PNRE) menyatakan telah merampungkan proses restrukturisasi di tubuh Pertamina Grup dan siap menjalankan tugas mengawal kebijakan transisi energi di Indonesia.

"PNRE merupakan generasi masa depan Pertamina dan merupakan energi baru bagi Pertamina untuk mewujudkan transisi energi, mendukung ketahanan energi nasional, serta mampu mewujudkan Indonesia yang bersih sesuai dengan komitmen pemerintah dalam Paris Agreement," kata Chief Executive Officer PNRE Dannif Danusaputro dalam keteranganya di Jakarta, Senin.

Dannif menjelaskan PT Pertamina Power Indonesia (PPI) sebagai subholding PNRE adalah salah satu anak usaha Pertamina yang paling muda usianya karena didirikan pada 2016.

PPI adalah sebuah project company dengan proyek utama Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa-1.

Pada 2020, Pertamina mengawali proses restrukturisasi, kemudian PPI diberi amanah untuk menjadi subholding PNRE, yaitu subholding yang fokus pada bisnis energi bersih sebagai masa depan bisnis Pertamina.

PNRE membawahi Pertamina Geothermal Energy (PGE) sebagai anak usaha, serta PT Jawa Satu Power (JSP) dan PT Jawa Satu Regas (JSR) sebagai perusahaan afiliasi.

PGE fokus mengelola bisnis panas bumi, sedangkan JSP dan JSR fokus pada proyek PLTGU Jawa-1. Selain itu, PNRE juga memiliki portofolio pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) lainnya, antara lain tenaga surya, biomassa, hidrogen, baterai untuk kendaraan listrik dan storage, serta teknologi carbon capture utilization and storage (CCUS).

Pada semester I 2021, PNRE secara konsolidasian berhasil membukukan laba bersih sebesar 56,8 juta dolar AS. Pendapatan, EBITDA, dan laba bersih subholding masing-masing mencapai 101 persen, 117 persen, dan 152 persen terhadap Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan.

Adapun pada kinerja operasional, produksi listrik subholding PNRE mencapai 2.324 GWh.

Untuk mencapai target 17 persen energi bersih dalam portofolio bisnis Pertamina, PNRE memiliki aspirasi untuk mencapai kapasitas 10 GW energi bersih pada 2026, terdiri dari 6 GW gas to power; 3 GW energi terbarukan termasuk panas bumi di dalamnya; serta 1 GW energi baru.

"Melalui restrukturisasi, setidaknya ada empat manfaat langsung yang dirasakan oleh subholding PNRE," ujar Dannif.

Pertama, meningkatnya peluang untuk menjalin kemitraan dalam rangka untuk mempercepat pengembangan kapabilitas BUMN di bisnis energi baru dan terbarukan.

Kedua, memperoleh fleksibilitas dalam mencari alternatif pendanaan yang kompetitif seperti green financing, green bond, termasuk melakukan unlock value perusahaan melalui skema initial public offering (IPO).

Ketiga, percepatan pengembangan portofolio bisnis energi baru dan terbarukan Pertamina dengan penjajakan kepada bisnis hidrogen, ekosistem kendaraan listrik, dan bisnis lainnya.

Selajutnya keempat, adanya potensi sinergi pemanfaatan talent yang telah berpengalaman dalam pengembangan proyek dan program pemeliharaan pembangkit listrik tenaga panas bumi pada pembangkit listrik lainnya di PNRE.

Dannif berkomitmen pihaknya mendukung target Pertamina menurunkan emisi karbon sebesar 30 persen pada tahun 2030 dengan mengedepankan aspek environment, social, and governance (ESG) dalam praktik bisnisnya.

“Dengan transformasi ini, kami menjadi lebih fokus dengan amanah mengawal transisi energi, mewujudkan visi sebagai Indonesia Green Energy Champion, mencapai aspirasi kapasitas terpasang sebesar 10 GW pada tahun 2026, serta mendukung visi Pertamina menuju global green energy company,” pungkas Dannif.

Baca juga: Pertamina bangun PLTS 1,34 megawatt di Kilang Cilacap
Baca juga: PLTS Sei Mangkei berpotensi turunkan emisi karbon 1,4 ton per tahun
Baca juga: Pengamat: Restrukturisasi membuat Pertamina lebih fokus dan lincah

 

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021