Jakarta (ANTARA) - Dewan Negara-Negara Produsen Minyak Sawit atau Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) mengajukan keberatan secara terbuka dalam forum konsultasi Komisi Eropa terhadap gerakan anti kelapa sawit, kata Sekretariat CPOPC dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.

Forum konsultasi tersebut membahas bahan bakar nabati (biofuel), cairan nabati (bioliquid), dan bahan bakar biomassa berkelanjutan.

CPOPC juga mendesak Komisi Eropa untuk berada di sisi yang benar dalam sejarah energi berkelanjutan.

Keberatan publik itu dilakukan oleh CPOPC untuk menentang tindakan anti kelapa sawit dari perusahaan energi seperti TotalEnergies.

Dalam balasan surat yang dikirimkan CPOPC, TotalEnergies menyatakan akan menghentikan penggunaan minyak sawit tepat pada tahun 2023.

CPOPC mengatakan TotalEnergies tidak lagi peduli dengan rantai pasokan berkelanjutan untuk minyak sawit.

Baca juga: Industri sawit RI berpeluang tambah nilai manfaatkan transisi iklim

Perusahaan itu juga dinilai tidak memedulikan keberhasilan negara-negara anggota CPOPC dalam mengurangi emisi CO2 dengan mengurangi deforestasi dan kebakaran hutan.

TotalEnergies tidak peduli dengan manfaat sawit terhadap ekonomi dan aspek sosial bagi penduduk pedesaan, juga pentingnya minyak sawit secara umum bagi ekonomi yang bersangkutan di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, kata CPOPC.

Menanggapi pernyataan CPOPC tersebut, TotalEnergies mengakui upaya gigih dari negara-negara produsen minyak sawit untuk menghasilkan produk minyak sawit berkelanjutan.

Mereka juga mengatakan telah melakukan seleksi ketat dalam pembelian minyak sawit untuk pabrik penyulingan di La Mède.

"Namun mereka menyatakan terus menerima tekanan dari kelompok yang menentang penggunaan minyak sawit di Perancis," kata pernyataan tersebut.

TotalEnergies menambahkan bahwa keputusan mereka juga didasarkan pada keputusan Parlemen Perancis yang menarik insentif pajak untuk minyak sawit sebagai bahan baku untuk bahan bakar nabati, kata CPOPC.

Baca juga: Perkebunan kedelai boros lahan lima kali lipat dibanding kelapa sawit

Klaim TotalEnergies bahwa penggunaan minyak jelantah (used cooking oil) dan minyak hewani (animal fats) sebagai bahan baku alternatif dan berkelanjutan juga tidak dapat dibenarkan, kata CPOPC.

Menurut CPOPC, tidak diragukan bahwa peternakan menyumbang besar pada perubahan iklim dan tidak akan tersedia cukup minyak hewani untuk memproduksi sumber energi berkelanjutan berdasarkan fakta sains.

TotalEnergies, kata CPOPC, juga perlu menjelaskan apakah penggunaan minyak jelantah itu lebih berkelanjutan dibandingkan bahan bakar yang berasal dari kelapa sawit.

CPOPC menyampaikan keprihatinan bahwa TotalEnergies membidik sawit dengan membuat pernyataan publik yang mendiskreditkan ketika pengganti sawit jelas terbukti tidak lebih berkelanjutan.

CPOPC berpandangan bahwa sebuah perusahaan tidak dibenarkan menyampaikan opini yang menyesatkan terhadap sektor pertanian secara keseluruhan demi keuntungan politik dan ekonomi jangka pendek.

"Mengecualikan minyak sawit merupakan langkah mundur terhadap keinginan tulus negara-negara produsen kelapa sawit dan jutaan petani kecil di negara berkembang untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan global PBB (UNSDGs)," kata CPOPC.

Baca juga: Gapki: Industri sawit Indonesia bertransformasi ke ESG
Baca juga: Pemerintah serius tangani industri sawit agar berkelanjutan

 

Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2021