Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan dokumen, uang, dan barang elektronik dari penggeledahan di lima lokasi berbeda di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan.

Penggeledahan dilakukan dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2021-2022.

"Dari lima lokasi berbeda tersebut, tim penyidik menemukan dan mengamankan di antaranya berbagai dokumen, sejumlah uang, dan barang elektronik," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Pada Senin (20/9), Tim KPK menggeledah tiga lokasi, yaitu rumah tersangka Marhaini (MRH), rumah tersangka Fachriadi (FH), dan Kantor Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Baca juga: KPK amankan uang-dokumen dari rumah dinas Bupati Hulu Sungai Utara

Selanjutnya pada Selasa (21/9), Tim KPK menggeledah dua lokasi, yaitu Kantor Bupati Kabupaten Hulu Sungai Utara dan rumah dari pihak yang terkait dengan kasus tersebut.

"Untuk bukti-bukti yang telah ditemukan tersebut akan diverifikasi untuk mengetahui lebih jauh keterkaitannya dengan para tersangka dan akan segera dilakukan penyitaan untuk melengkapi berkas perkara dimaksud," ucap Ali.

KPK pada Kamis (16/9) telah menetapkan tiga tersangka kasus tersebut. Sebagai penerima suap, yakni Maliki (MK) selaku Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Hulu Sungai Utara

Sedangkan sebagai pemberi suap, yaitu Marhaini (MRH) dari pihak swasta/Direktur CV Hanamas dan Fachriadi (FH) dari pihak swasta/Direktur CV Kalpataru.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara telah merencanakan untuk dilakukan lelang proyek irigasi, yakni Rehabilitasi Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Rawa (DIR) Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan dengan harga perkiraan sendiri (HPS) Rp1,9 miliar dan Rehabilitasi JaringanIirigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang dengan HPS Rp1,5 miliar.

Baca juga: KPK jelaskan konstruksi perkara kasus suap di Hulu Sungai Utara

Sebelum lelang ditayangkan di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), Maliki diduga telah lebih dulu memberikan persyaratan lelang pada Marhaini dan Fachriadi sebagai calon pemenang dua proyek irigasi tersebut dengan kesepakatan memberikan sejumlah uang komitmen "fee" 15 persen.

Saat penetapan pemenang lelang untuk proyek Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan dimenangkan oleh CV Hanamas milik Marhaini dengan nilai kontrak Rp1,9 miliar dan proyek Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang dimenangkan oleh CV Kalpataru milik Fachriadi dengan nilai kontrak Rp1,9 miliar.

Setelah semua administrasi kontrak pekerjaan selesai lalu diterbitkan surat perintah membayar pencairan uang muka yang ditindaklanjuti oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dengan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) untuk pencairan uang CV Hanamas dan CV Kalpataru yang dilakukan oleh Mujib sebagai orang kepercayaan Marhaini dan Fachriadi.



Sebagian pencairan uang tersebut, selanjutnya diduga diberikan kepada Maliki yang diserahkan oleh Mujib sejumlah Rp170 juta dan Rp175 juta dalam bentuk tunai.

Sebagai pemberi, Marhaini dan Fachriadi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 KUHP.

Sementara Maliki selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 65 KUHP.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021