Bandara dibangun di atas lahan rawan bencana tsunami.
Jakarta (ANTARA) - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta dan LBH Bandung pada sebuah sesi diskusi yang diikuti di Jakarta, Rabu, berpendapat pembangunan beberapa proyek strategis nasional (PSN) kurang melibatkan warga yang terdampak dan kurang transparan.

Padahal, keterbukaan dan keterlibatan penuh warga terdampak merupakan faktor penting yang dapat memastikan hak-hak warga tidak terabaikan, kata perwakilan dari LBH Yogyakarta dan LBH Bandung pada sesi diskusi yang digelar oleh YLBHI untuk menyambut Hari Tani Nasional.

Direktur LBH Yogyakarta Yogi Zul Fadhli pada pertemuan itu menyampaikan beberapa proyek strategis nasional di Yogyakarta dan Jawa Tengah bagian selatan berpotensi melanggar HAM dan prinsip-prinsip hukum lingkungan.

Proyek strategis yang dinilai bermasalah, antara lain pembangunan PLTU Cilacap, Bendungan Bener di Purworejo dan Wonosobo, Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) di Kulon Progo, Trayek Jalan Tol Yogyakarta-Bawen, Jalan Tol Yogyakarta-Cilacap, dan Jalan Tol Yogyakarta-Solo.

“Semuanya (pembangunan infrastruktur, Red.) untuk mendukung kebutuhan pariwisata strategis KSPN (Kawasan Strategis Pariwisata Nasional) di Borobudur,” kata Yogi Zul Fadhli.

Ia menyatakan beberapa proyek tetap berlanjut meskipun ada temuan yang menunjukkan lokasi pembangunan rawan bencana. Contohnya, pembangunan Bandara Yogyakarta International Airport di Kulon Progo, yang telah beroperasi sejak tahun lalu.

“Bandara dibangun di atas lahan rawan bencana tsunami. Banyak penelitian dan data soal itu. Badan sekelas LIPI juga membuat riset yang menunjukkan (daerah dibangunnya, Red.) bandara rawan tsunami,” ujar Yogi.

Pusat Geoteknologi LIPI pada 2017 menemukan endapan tsunami di lahan yang menjadi tempat berdirinya YIA, bandara baru di Yogyakarta. Adanya endapan tsunami menunjukkan lokasi YIA rawan kena tsunami dan gempa berkekuatan tinggi.

Problem lainnya, pembangunan YIA juga menyebabkan rumah warga dan lahan pertanian produktif, yang luasnya diyakini mencapai 600 hektare, tergusur. Akibatnya, masyarakat yang terdampak pembangunan kehilangan tempat tinggal dan lahan penghidupannya, kata Yogi lagi.

Dalam diskusi itu, LBH Bandung turut menyampaikan problem-problem yang sama.

Proyek-proyek strategis nasional di Jawa Barat yang disoroti oleh LBH Bandung, antara lain pembangunan Bendungan Jatigede di Sumedang, Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Majalengka, PLTU Indramayu, PLTU Cirebon, dan pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung.

Warga yang terdampak seringkali tidak menerima informasi utuh mengenai dampak pembangunan infrastruktur yang masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional, kata Anggota LBH Bandung Moh. Abdul Muit Pelu saat sesi diskusi.

Terkait itu, ia mencontohkan kondisi yang dialami warga Desa Sukamulya di Majalengka, yang lahan hidupnya beralih fungsi jadi bandara. Warga kehilangan lahan penghidupannya, mengingat mereka sebagian besar bekerja sebagai petani dan buruh tani.

Alhasil, beberapa dari mereka pun bekerja serabutan, kata Muit Pelu.

Warga Desa Sukamulya saat masih menjadi petani mampu mengumpulkan pendapatan Rp50 juta sampai Rp80 juta per sekali panen tergantung pada komoditas yang ditanam, kata dia.

Semangka merupakan salah satu komoditas utama di Desa Sukamulya, sebelum daerah itu beralih fungsi jadi bandara, ujar Muit Pelu lagi.

"Yang dipikirkan hanya proyek, bukan kelangsungan hidup masyarakat sekitar," kata Muit mengkritik pembangunan BIJB, yang telah beroperasi sejak 2018.
Baca juga: AP I Bandara YIA dukung persiapan pengoperasian kereta api bandara
Baca juga: Kejaksaan mengawal 44 proyek strategis senilai Rp142,9 triliun

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021