Teman-teman disabilitas belum dilibatkan dalam pembahasan RUU Penyiaran.
Jakarta (ANTARA) - Pendiri Indonesian Deaf-Hard of Hearing Law and Advocacy (IDHOLA) Andi Kasri Unru mengatakan bahwa Rancangan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran perlu memperhatikan hak atas informasi bagi penyandang disabilitas.

"Teman-teman disabilitas belum dilibatkan dalam pembahasan RUU Penyiaran," kata Akas, sapaan akrab Andi Kasri, dalam seminar bertajuk Penguatan Jaminan Hak atas Informasi bagi Penyandang Disabilitas dalam Sektor Penyiaran yang disiarkan di kanal YouTube PSHK Indonesia, Kamis.

Kurangnya keterlibatan penyandang disabilitas dalam penyusunan RUU, kata Akas, mengakibatkan minimnya kemampuan RUU tersebut dalam mengakomodasi kebutuhan penyandang disabilitas terkait dengan penyiaran, khususnya mengenai akses bagi para disabilitas untuk memperoleh informasi.

Padahal, penyandang disabilitas juga berhak untuk memperoleh informasi, sebagaimana yang tercantum di dalam Pasal 28F UUD NRI Tahun 1945.

"Setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. Tentu saja ini termasuk disabilitas di dalamnya," tutur Akas.

Terdapat beberapa isu strategis yang harus diperhatikan dalam RUU Penyiaran. Isu pertama adalah aksesibilitas yang sesuai dengan program siaran, standar ukuran JBI, dan pengawasan terkait dengan aksesibilitas.

Isu selanjutnya adalah istilah yang digunakan di dalam RUU Penyiaran. Akas mengatakan bahwa saat ini istilah "orang berkebutuhan khusus" masih digunakan di dalam RUU Penyiaran.

Menurut dia, seharusnya tim penyusun RUU Penyiaran mengganti istilah tersebut dengan "disabilitas" agar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Terdapat pula penggunaan frasa "sehat jasmani dan rohani". Bagi Akas, penggunaan redaksi tersebut sangat diskriminatif bagi para penyandang disabilitas.

"Istilah ini harus diubah atau dihapuskan," ucapnya.

Akas memandang perlu menambahkan asas inklusivitas dan perluasan wewenang KPI, seperti memasukkan media sosial dalam konteks penyiaran.

Ia menyebutkan banyak perundungan yang merendahkan harkat dan martabat para disabilitas melalui siaran-siaran di media sosial mengakibatkan isu ini perlu menjadi perhatian dalam penyusunan RUU Penyiaran.

Akas juga berharap RUU Penyiaran dapat melindungi hak-hak disabilitas di dalamnya, serta mendukung harkat dan martabat para penyandang disabilitas melalui penetapan Standar Program Siaran dan Iklan.

"Revisi ini adalah sebuah kesempatan untuk kita dapat memberikan akses yang benar-benar ramah bagi kaum disabilitas," kata Akas.

Baca juga: Komisi I DPR: Banyak UU dukung pelarangan iklan rokok

Baca juga: Akademisi sebut siaran melalui internet diatur UU Telekomunikasi

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021