Jakarta (ANTARA) - Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Putra Nababan mengapresiasi rencana pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas di semua perguruan tinggi negeri dan swasta di wilayah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level satu hingga tiga.

"Beberapa minggu yang lalu dalam rapat kerja Komisi X DPR, saya sampaikan kepada mas Menteri Nadiem Makarim untuk mendorong kampus-kampus mulai melakukan pembelajaran tatap muka. Saya prihatin dengan kondisi belajar daring yang dialami mahasiswa selama tiga semester terakhir ini,” ujar Putra dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat.

Menurut Putra, rencana PTM terbatas di kampus wilayah PPKM level satu hingga tiga yang disampaikan pemerintah, menjadi hal yang paling dinanti-nantikan mengingat sejak pandemi selama satu setengah tahun lalu, mahasiswa baru yang sekarang sudah duduk di semester tiga belum pernah sama sekali ke kampusnya.

Baca juga: Pemerintah dorong pelaksanaan PTM perguruan tinggi

"Saya khawatir banyak mahasiswa yang kehilangan pengalaman belajar selama pandemi ini atau yang disebut learning loss. Tidak ada keutuhan dalam belajar dan memahami setiap kurikulum yang mereka pelajari," kata dia.

Putra juga khawatir para mahasiswa akan mengalami kehilangan pengetahuan dan ketrampilan umum maupun spesifik.

"Ini menyebabkan terjadinya kemunduran proses akademik. Bagaimana dengan mahasiswa Fakultas Kedokteran, mahasiswa Fakultas Pariwisata dan fakultas vokasi lain yang kuliahnya lebih banyak praktek selama proses belajar di kampus? Tentu sangat terasa sekali dan harus segera dikurangi dampaknya," tambah dia.

Baca juga: Riza: Percobaan PTM sekolah bisa jadi pijakan PTM perguruan tinggi

Pembelajaran jarak jauh, tambah Putra, dirasakan tidak optimal. Para dosen dan mahasiswa tidak dapat secara utuh dalam menyampaikan materi melalui daring. Di satu sisi, mahasiswa juga mengalami keterbatasan di dalam memahami materi kuliah.

"Kondisinya jauh berbeda bila itu dilakukan dengan tatap muka dimana terjadi interaksi aktif antara dosen dan mahasiswa di kampus," katanya.

Putra juga menilai, rencana PTM terbatas sudah tepat dilakukan. Apalagi cakupan vaksinasi COVID-19 untuk tenaga kependidikan, dosen dan mahasiswa sudah memadai. Bahkan sudah banyak mahasiswa divaksinasi hingga dua kali.

Baca juga: Dikti luncurkan Pindai Dikti tingkatkan kualitas perguruan tinggi

Namun demikian, kampus yang mau melakukan PTM terbatas harus terlebih dulu memasang rambu-rambu atau SOP di semua area kampus. Seperti marka pemisah di tangga kampus, rambu larangan berkumpul di kantin atau tempat-tempat nongkrong mahasiswa, wastafel, hand sanitizer, rambu mengenakan masker, hingga rambu-rambu peringatan waspada COVID-19 di semua ruangan kelas.

“Apa yang terpenting lagi adalah mereka juga tidak boleh berlama-lama di kampus, jika tidak ada kelas. Setelah itu mereka juga harus pulang. Tempat-tempat yang dimungkinkan menjadi lokasi nongkrong di sekitar kampus juga dibatasi jam operasionalnya," ujarnya.

Selain itu pelaksanaan PTM terbatas juga harus mendapatkan izin dari Satgas COVID-19 di daerah. Jumlah kapasitas mahasiswa belajar di kelas juga hanya 30 persen termasuk pula saat melakukan praktek di laboratorium. Jika di kemudian muncul klaster kampus maka PTM terbatas harus dihentikan sementara dan dilakukan pelacakan atas penyebaran COVID-19 itu.

Pewarta: Indriani
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2021